BAB IX
HUKOEM KETENAGAKERJAAN
Sejarah Hukoem Ketenagakerjaan
Sejarah Hukoem Ketenagakerjaan
A. sejarah
Asal muala adanaya Hk. Ketanagakerjaan di Indonesia
terdiri dari beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 sm . ketika bangsa
Indonesia ini mulai ada sudah dikenal adanya system gotong royong , antara
anggota masyarakat . dimana gotong royong merupakan suatu system pengerahan
tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk
mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu balas
jasa dalam bentuk materi . sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan
diyakini membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan , kebijakan, dan
hikmah bagi semua orang gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya
hokum ketanaga kerjaan adat . dimana walaupun peraturannya tidak secara
tertulis , namun hokum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa
bantgsa Indonesia dari abad kea bad
Setelah memasuki abad masehi , ketika sudah mulai berdiri
suatu kerajaan di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan , seperi saat
jaman kerajaan hindia belanda pada zaman ini terdapat suatu system pengkastaan
. antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria , dimana kasta
sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi
budakdari kasta brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya menjalankan
kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan
Sama halnya dengan islam walaupun tidak secara tegas
adanya system pengangkatan namun sebenarnya sama saja . pada masa ini kaum
bangsawan (raden ) memiliki hak penuh atas para tukang nya . nilai-nilai
keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh didnding
budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad –abad sebelumnya
Pada saat masa pendudukan hindia belanda di Indonesia
kasus perbudakan semakin meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji &
tidak berprikemanusiaan . satu-satunya penyelsaiannya adalah mendudukan para
budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik sosiologis maupun yuridis dan
ekonomis
Tindakan belanda dalam mengatasi kasus perbudakan ini
dengan mengeluarkan staatblad 1817 no. 42 yang berisikan larangan untuk
memasukan budak-budak ke pulau jawa . kemudian thn. 1818 di tetapkan pada suatu
UUD HB (regeling reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR menetapkan bahwa
paling lambat pada tanggal 1-06-1960 perbudakan dihapuskan
Selain kasus hindia belanda mengenai perbudakan yang keji
dikenal juga istilah rodi yang pada dasarnya sama saja . rodi adalah kerja
paksa mula-mula merupakan gotong royong oleh semua penduduk suatu desa-desa
suku tertentu . namun hal tersebut di manfaatkan oleh penjajah menjadi suatu
kerja paksa untuk kepentingan pemerintah hindia belanda dan
pembesar-pembesarnya.
B. azas hokum ketanagakerjaan
Pembangunan ketanagakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan
daerah artinya asas pembangunan ketanagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan
asas pembangunan nasional khususnya asas demokrasi pancasila serta asas adil
dan merata.
C. ruang lingkup
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa
dalam hubungan kerja, masa purna kerja ( post employment)
Jangkauan hokum ketenagakerjaan lebih luas bila
dibandingkan dengan hokum perdata sebagaimana di atur dalam buku III title 7A
yang lebih menitik beratkan pada aktivitas tenaga kerja dalam hubungan kerja
D. pelaksanaan hubungan kerja di Indonesia
Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :
* Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsure-unsur
pekerjaan , upah dan perintah
* Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari
perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yangtidak
tertentu
Perjanjian Kerja
Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih lainnya.”
Pengertian luas dan lemah
* Sudikno Mertokusumo , “ perjanjian adalah subjek hokum
antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hokum .”
* Definisi pejanjian klasik , “ perjanjian adalah perbuatan hokum bukan
hubungan hokum (sesuai dengan pasal 1313 perjanjian adalah perbuatan ).”
1. pengertian perjanjian kerja
dalam KUHPerdata , pasal 1601 titel VII A buku III
tentang perjanjian untuk melakuakn pekerjaan yang menyatakan bahwa :
“selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara
jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk
syarat-syarat yang di perjanjikan dan jika itu tidak ada , oleh karena
kebiasaan , maka ada dua macam perjanjian dengan mana pihak yang lain dengan
menerima upah, perjanjian perburuhan dan pemborong pekerjaan.”
2. unsure-unsur dalam perjanjian kerja :
KUHPerdata pasal 1320 (menurut pasal 1338 (1) )
menyatakan sahnya perjanjian :
Mereka sepakat untuk mengakibatkan diri
* Cakap untuk membuat suatu perikatan
* Suatu hal tertentu
* Suatu sebab yang hallal
Syarat subjektif : mengenai subjek perjanjian dan akibat
hokum
M.G Rood (pakar hokum perburuhan dari belanda ), 4 unsur
syarat perjanjian kerja :
* Adanya unsure work (pekerjaan )
Dalam suatau perjanjian kerja haruslah ada pekerjaan yang
jelas yang dilakukan oleh pekerja dan sesuai denagan yang tercantum dalam
perjanjian yang telah disepakati dengan ketentuan –ketentuan yang tercantum
dalam UU no.13 thn. 2003
* Adanya unsure service (pelayanan)
* Adanya unsure time (waktu )
* Adanya unsure pay (upah )
3. Bentuk Perjanjian Kerja
Dalam praktik di kenal 2 bentuk perjanjian
· Tertulis
Di peruntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu
atau adanya kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu
menginginkan dibuat secara tertulis , agar adanya kepastian hokum
· Tidak tertulis
bahwa perjnjian yang oleh undang-undahng tidak
disyaratkan dalam bentuk tertulis
4. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dlam Perjanjian Kerja
Subjek dari perjanjian kerja adalah orang-orang yang
terikat oleh perjanjian yang di buatnya
Hak dan kewajiban subjek kerja , diman hak merupakan
suatu tuntutan & keinginan yang di peroleh oleh subjek kerja ( pengusaha
dan pekerja ). sedangkan kewajiban adalah para pihak , disebut prestasi
5. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Alas an berakhirnya perjanjian kerja adalah :
* Pekerja meninggal dunia
* Berakhir karena jangka waktu dalam perjanjian
* Adanya putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelsaian
perselisihan hubungan industrial
* Adanya keadaan atau kejadian yang di cantumkan dalam perjanjian kerja
* Pemutusan hubungan kerja
1. istilah dan pengertian hubungan kerja
1. Deter mination , putusan hubungan kerja karena selesai
atau berakhirnya kontrak kerja
2. Dissmisal, putusan hubungan kerja karena tindakan indisipliner
3. Redudancy, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan perkembangan
tekhnologi
4. Retrechtment, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan masalah ekonomi
F.X. Djumialdji
Pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah pengakhiran
hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal tertentu.
Pasal 1 angka 25 UU no.13 thn. 2003
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena sesuatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara perkara (buruh
dan pengusaha )
2. macam –macam pemutusan hubungan kerja
1. pemutusan hubungan kerja demi hokum
hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berhenti
dengan sendirinya yang mana kedua belah pihak hanya pasif saja , tanpa suatu
tindakan atau perbuatan salah satu pihak
* pemutusan hubungan kerja ini terjadi pada saat
1. perjanjian kerja pada waktu tertentu, (pasal 1.1 Kep.
Men tenaga kerja & transmigrasi no: Kep.100/ Men/ V/ 2004 tentang
keterangan pelaksanaan perjanjian kerja , waktu tertentu )
2. pekerja meninggal dunia
pasal 61 ayat 1 huruf a UU no.13 thn. 2003 ditegaskan
bahwa perjanjian kerja berakhir apabila pekerja meninggal dunia namun hak-hak
nya bisa di berikan pada ahli waris (61.a(5))
* pemutusan hubungan kerja oleh pekerja
dapat terjadi karena :
1. masa percobaan
2. meninggalnya pengusaha
3. perjanjian kerja untuk waktu tidak tentu
4. pekerja dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu
* pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
pemutusan hubungan kerja dilakuakan oleh pengusaha dengan
membayarkan uang pesangon, sebagai upah akhir.
· Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
Keputusan yang di tetapkan oleh pengadilan tentang
pemutusan hubungan kerja dalam pengadilan perdata yang biasa berdasarkan surat
permohonan oleh pihak yang bersangkutan.karena alas an – alas an penting.
· Penyelsaian hubungan kerja
Dibedakan atas dan bagian :
1. menurut sifatnya
1. perselisihan kolektif
2. perselisihan perseorangan
2. menurut jenisnya
1. peselisihan jenisnya
2. perselisihan kepentingan
· system pengupahan
Di pandang dari sudut nilainya upah dibedakan antara upah
nominal dengan upah riil
a. upah nominal adalah jumlah yang berupa uang
b. upah riil adalah banyaknya barang yang dapat dibeli
oleh jumlah uang itu
menurut cara menetapkan upah dibagi kedalam system-sistem
pengupahan , sebagai berikut :
1. system upah jangka waktu
2. upah yang ditetapkan menurut jangka waktu pekerja . melakukan pekerjaan
3. system upah potongan
1.1 Pengertian Hukoem perburuhan/ketenagakerjaan
Hukoem perburuhan
atau ketenagakerjaan (Labour Law) adalah bagian
dari Hukoem berkenaan dengan pengaturan hubungan
perburuhanNbaik bersifat perseorangan maupun kolektif. Secara tradisional, Hukoem
perburuhan terfokus pada mereka (buruh)
yang melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan subordinatif (dengan
pengusaha/majikan).
Disiplin Hukoem ini mencakup persoalan-persoalan seperti pengaturan
Hukoem atau kesepakatan kerja, hak dan
kewajiban bertimbal-balik dari buruh/pekerja dan majikan, penetapan upah,
jaminan kerja, kesehatan dan keamanan kerja dalam lingkungan kerja,
non-diskriminasi, kesepakatan kerja bersama/kolektif, peran-serta pekerja, hak
mogok,jaminan pendapatan/penghasilan dan penyelenggaraan jaminan kesejahteraan
bagi pekerja dan keluarga mereka.
Dalam kepustakaan internasional, galibnya kajian Hukoem Perburuhan terbagi ke dalam tiga bagian:
a. Hukoem Hubungan
Kerja Individual (Individual Employment Law);
b. Hukoem Perburuhan Kolektif (Collective Labour Law);
c. Hukoem Jaminan
Sosial (Social Security Law), sejauh terkait dengan pokok-pokok bahasan
di atas.
Di dalam kepustakaan Indonesia, secara tradisional Hukoem
Perburuhan dibagi ke dalam lima bagian,
yaitu dengan mengikuti pandangan Profesor Iman Soepomo. Kendati demikian, sejak
awal abad ke-21, perundang-undangan dalam bidang kajian Hukoem Perburuhan direstrukturisasi dan dibagi ke
dalam tiga legislasi utama: Undang- Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
dan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Dalam kaitan dengan kajian Hukoem perburuhan Indonesia dalam buku ini, maka diputuskan
membuat kompromi antara pembagian yang digunakan pada tataran internasional
dengan pembagian berdasarkan perundang-undangan Indonesia, sebagai berikut:
a. Hukoem Ketenagakerjaan Individual (Individual
Employment Law)
b. Hukoem Perburuhan Kolektif (Collective Labour Law)
c. Penyelesaian Sengketa Perburuhan/Ketenagakerjaan (Labour
Dispute Settlement).
Di dalam buku ini sejumlah bab akan mengulas Hukoem Perburuhan Individual dan satu bab akan
dikhususkan membahas satu bagian dari Hukoem perburuhan kolektif (hak mogok/the right to
strike). Elemen dari bagian ketiga dari Hukoem perburuhan dapat kita temukan dalam kasuskasus
yang didiskusikan di dalam Bagian 2. Alhasil, struktur buku ini untuk bagian
terbesar mengikuti pembagian Hukoem perburuhan yang diakui di tingkat
internasional, yaitu bagian Hukoem perburuhan yang bersifat indidual dan
kolektif, namun sekaligus juga tetap dengan mengikuti garis-garis pembagian
yang digunakan dalam perundangundangan Hukoem perburuhan Indonesia. Berkenaan dengan ulasan
dari topik-topik Hukoem perburuhan,
penyusun berupaya mengulas perundang-undangan terkait sedemikian rupa sehingga
dapat ditampilkan tidak saja sistem Hukoem perburuhan yang kurang lebih utuh, melainkan
juga gagasan-gagasan konseptual yang melandasinya dan persoalan-persoalan yang
dijumpai dalam penerapan di tataran praktik. Konsep Hukoem yang hendak ditampilkan tidak sekadar
mengimplikasikan legislasi, namun juga mencakup yurisprudensi (case law)
atau Hukoem dalam praktiknya dan doktrin
Hukoem . Para penyusun menyadari bahwa dalam buku ini hanya dapat diberikan
pengantar atas sejumlah persoalan padahal masih begitu banyak yang dapat
dikatakan serta didiskusikan tentang itu dan masalah-masalah lainnya. Sekalipun
begitu, para penyusun berharap bahwa uraian yang diberikan akan memadai sebagai
pengantar atas sejumlah pokok-pokok soal terpenting bagi mahasiswa Hukoem yang berminat menelaah Hukoem perburuhan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar