Kamis, 30 Oktober 2014

phi hukum agraria



BAB VIII

HUKOEM  AGRARIA

 

PENGERTIAN TENTANG HUKOEM  AGRARIA

     Sebelum mempelajari tentang Hukoem  agraria maka perlu kiranya kita melihat sejarah bahwa Hukoem  agraria sangat penting bagi masyarakat untuk pengaturan tentang Hukoem  – Hukoem  kebendaan yang diatur pada buku II BW. Adapun Hukoem  kebendaan yang mengatur tentang hak-hak kebendaan yang merupakan hak-hak absolut. Dengan demikian untuk pengaturan-pengaturan yang lebih optimal maka sangat perlu suatu pengaturan melalui suatu UU yaitu UUPA. UUPA yang diundangkan melalui UU no.5 tahun 1960 telah menghapus sebagian besar ketentuan-ketentuan tentang kebendaan sebagaimana disebut diatas yaitu buku II BW.

      Dengan demikian jelas seklai bahwa yang dimaksud Hukoem  agraria adalah suatu aturan yang mengatur tentang hak-hak kebendaan seseorang/masyarakat negara yang menyangkut tentang bumi, air, ruang angkasa serta semuanya ini menyangkut tentang definisi secara umum.

 

 

SEJARAH LAHIRNYA UUPA NO. 5 TAHUN 1960 & ZAMAN KOLONIAL

 

      Sebagaimana diundangkannya UUPA no.5 tahun 1960 banyak yang harus kita simak tentang sejarah-sejarah Hukoem  di Indonesia maupun diluar negeri diantaranya adalah zaman Hindia Belanda. Sebagai negara jajahan belanda di Indonesia berlaku azas corcodanti(penyetaraan) dengan Hukoem  adat di Indonesia yaitu dengan suatu cara yaitu kodifikasi dan unifikasi tahun 1848.

Diantara UU yang telah dikodifikasi adalah sbb :

1.     Wet boek van Strafrecht (KUHP)

2.     Bugerlijk wetboek (BW) kecuali Hukoem  tanah menjadi UU Hukoem  Agraria

3.     wet boek van koop handel (KUHD).

 

    Azas korkodansi, kodifikasi dan unifikasi mewarnai Hukoem  Indonesia sekarang paham liberalisme dan individualisme menjadi jiwa pembentukan Hukoem  belanda.

Misal :

-       negara berhak mengatur tentang hak-hak kebendaan seseorang, menggunakan hak-hak tanpa batas dengan demikian tugas-tugas negara menjaga agar hak-hak individu tidak dirusak orang lain.

-       Toesteming atau perjanjian persetujuan yang diadakan memikat kedua pihak atau persetujuan para pihak didalamnya adalah hak-hak para pihak tersebut (Liberal).

Dalam Hukoem  belanda agama dan adat terletak dibelakang dan tidak disinggung-singgung dalam pembentukan Hukoem  artinya agama dan adat tidak termasuk dalam koridor Hukoem  negara sehingga Hukoem -Hukoem  yang diproduk lebih mengutamakan kepada unsur-unsur rasio pembuat UU tersebut.

 

SEMINAR SEJARAH HUKOEM  PADA TANGGAL 05 APRIL 1975

 

    Menteri kehakiman dalam seminar sejarah Hukoem  pada tanggal 05 April 1975 menyatakan bahwa perbincangan sejarah Hukoem  mempunyai arti penting dalam rangka pembinaan Hukoem  nasional karena usaha pembinaan Hukoem  tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan Hukoem  masa kininakan tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan Hukoem  masa lalu.

Melalui sejarah Hukoem  kita akan mampu menjajaki berbagai aspek Hukoem  Indonesia pada masa dulu, hal mana akan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk memahami kaedah-kaedah serta institusi Hukoem  yang ada dewasa ini dalam masyarakat bangsa indonesia mulai penelitian sejarah Hukoem  dapat diketahui tentang adanya kemungkinan lembaga-lembaga Hukoem  yang tidak diperlukan lagi atau masih perlu dikembangkan dalam membina Hukoem  nasional.misal dalam Hukoem  agraria kita mengenal domein verklaring artinya semua tanah yang tidak bisa dibuktikan haknya adalah tanah negara.

-eigendom adalah hak milik

-eigenaar adalah si pemilik / orangnya

- HGB adalah opstal

- HGU adalah Erfpacht

 

     Politik Hukoem  agraria berkembang tahun 1960 sampai dengan 1998 pemerintah dalam melaksanakannya ambifalen (mendua) karena dalam UUPA No. 3:

1.     Mengakui tanah ulayat sepanjang menurut kenyataan masih ada kalau tidak bertentangan dengan UU yang lebih tinggi.

2.     UUPA disusun berdasar Hukoem  adat namun tidak dinyatakan Hukoem  mana yang dipakai.

Untuk mengetahui proses perkembangan pengetahuan sistem Hukoem  di Indonesia kiranya perlu dikenal sistem Hukoem  yang lama dan dengan mengetahui sistem Hukoem  yang lama tersebut kita akan dapat menganalisa seberapa jauh sistem ini berpengaruh pada perkembangan Hukoem  baru.

-       Ius constitutum yaitu Hukoem  yang berlaku sekarang (hk. Positif)

-       Ius constituentum yaitu Hukoem  yang dicita-citakan

Prof. DR. Soepomo mengemukakan 13 azas penting dan tatanan Hukoem  yang berlaku di Hindia belanda dulu diantaranya adalah sbb :

1.     azas dari BW dari Hindia Belanda

2.     azas Hukoem  acara perdata eropa

3.     azas wet boek van straaf recht (HAP)

4.     azas Hukoem  acara pidana

5.     azas Hukoem  adat materil

6.     azas perdata laand raad (pengadilan negeri)

7.     acara schap geracht en distrik

8.     acara perdata pengadilan pribumi didaerah luar jawa dan madura

9.     acara perdata pengadilan daerah swapraja

10.   acara pidana laand raad

11.   acara pidana laand gerecht

12.   acara pidana pengadilan pribumi

13.   acara pidana pengadilan swapraja

 

       BW di Indonesia berazaskan kepada azas korkodansi dan BW belanda mencontoh kepada code civil de prancis sedangkan BW Hindia Belanda berlaku tahun 1848 pada mulanya tidak berubah namun perkembangan Hukoem  semenjak satu abad menuju kearah partisipasi masyarakat dan Hukoem  melalui yurisprudensi akhirnya terjadi perubahan.

Contoh : azas penggunaan kekuasaan sewenang-wenang (a bous of power/ misbruik van recht) diubah menjadi emansipasi wanita di cabut.

Hukoem  acara perdata di Indonesia pada dasarnya sama dengan Hukoem  acara perdata belanda Hukoem  acara perdata belanda meneladani code prosedur civil tetapi kemudian Hukoem  acara perdata mengalami beberapa kali peninjauan. Perlu kita ketahui azas utama Hukoem  acara perdata adalah sbb :

1.     Terbuka untuk umum,semua keputusan selalu diucapkan dalam sidang terbuka atas dasar ketentuan UU

2.     Hakim harus bersifat pasif

3.     semua acara hampir semuanya tertulis

4.     pakai perantara atau pengacara

untuk azas 1,2,3,4 dipakai pada Hogeraaf recht (MA) dan raad van justitie (Petinggi) sedangkan untuk pribumi resident recht.

 

Azas-azas beracara adalah :

1.     Beracara dengan lisan

2.     Hakim bersifat aktif

3.     tidak perlu pengacara

 

     KUHP Belanda disusun berdasarkan culture barat Individualisme dan liberalisme. Jiwa KUHP kurang sesuai dengan culture budaya dan agama yang dianut di Indonesia :

 

Ada 5 azas penting dari KUHP :

1.     Yang menjadi subjek dari tindak pidana adalah orang

2.     tindak pidana yang terdiri dari kejahatan dan pelanggaran.

   Kejahatan diatur dalam Buku II BW sedangkan oelanggaran dalm buku III. Antara kejahatan dan  pelanggaran secara kualitatif tidak ada perbedaan sedangkan secara kuantitatif ada perbedaan. Misal : tindak pidana ringan digolongkan pelanggaran sedangkan tindak pidana berat digolongkan kejahatan.

3.     Tidak ada suatu Hukoem an kalau tidak ada UU yang mengaturnya nolum delictum pune sine lege.

4.     dikenal 4 sistem Hukoem  dalam WvS (Wet boek van Straafrecht) KUHP:

a.     Hukoem an mati

b.     Hukoem an penjara

c.     Hukoem an kurungan

d.     Hukoem an denda

5.     Khusus untuk Hindia belanda dikenal 3 Hukoem an tambahan :

a.     Pencabutan hak – hak tertentu

b.     Perampasan barang – barang tertentu

c.     Diumumkan putusan hakim

 

 

 

 

POLITIK HUKOEM  PEMERINTAHAN TERHADAP

KEBIJAKSANAAN HUKOEM  PERTANAHAN

                

1.     Zaman Belanda

     Pengaruh politik pertanahan terlihat dari tindakan / perbuatan yang dilakukan pemerintah. Politik tersebut dimulai pada tahun 1830 (Perang Napoleon di Eropa) diantara politik yang diterapkan oleh bangsa-bangsa Barat antara lain :

a.         Cultuure stelsel

b.         Agrarische Wet

c.         Agrarische Besluit

Dalam perkembangannya antara Agrarische Wet dan Agrarische Besluitada yang mengatakan domein verklaring.

 yang dikatakan Domein verklaring adalah dijelaskan pada pasal 1 Agrarische wet menyebutkan tanah yang tidak bisa dibuktikan atas kepemilikan (Eigendom/eigenaar).

Oleh karena itu UU atau Agrarische wet yang dikeluarkan oleh bangsa belanda tersebut Hukoem  belanda tersebut berisi ketentuan – ketentuan yang sangat berpihak kepada kepentingan – kepentingan perusahaan swasta swasta. Namun ada juga melindungi kepentingan orang Indonesia asli tapi melalui beberapa cara :

1.     Memberi kesempatan bagi orang Indonesia asli untuk memperoleh hak eigendom agraris atas tanahnya sehingga dapat dihipotikkan.

2.     memperbolehkan rakyat meyewakan tanah kepada orang asing untuk rakyat yang berekonomi lemah mendapat perlindungan terhadap orang yang berekonomi kuat.

Secara global agrarische wet bertujuan memberikan kemungkinan kepada modal asing untuk berkembang di Indonesia dengan hak erfracht (HGU) selama 75 tahun, tanah dengan hak opstal (HGB). Hak sewa, hak pinjam pakai.

     Jadi jelas disini pemerintah belanda berwenang memberikan hak tersebut adalah pemilik/eigenaar dan karenanya negara dinyatakan sebagai pemilik tanah.

 

Overspel = anak diluar nikah

Pasal 21,22,96 ---à UUPA ttg orang asing tidak boleh mempunyai hak milik.

 

     Domein verklaring, dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak perlu membuktikan haknya dalam proses perkara sebaliknya pihak lainlah yang selalu membuktikan haknya itu. Jadi nyata ketentuan yang selalu membebankan kewajiban pembuktian kepada rakyat itu, artinya tidak mempunyai keadilan. Oleh karena itu pernyataan domein verklaring tahun 1870 tidak dapat dipertahankan lagi dalm NKRI. Sesungguhnya dalam pembelian hak atas tanah negara, negara tidak perlu bertindak sebagai eigenaar (kepemilikan) cukup bila UU memberi wewenang kepadanya untuk berbuat sesuatu kepada penguasa atau overheid, UUPA berpendapat sama dengan ini terlihat dalam pendirian bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan didalam pasal 33 UUD 1945 tidak ada tempatnya negara bertindak sebagai pemilik tanah dan adalah lebih tepat jika negara bertindak sebagao badan penguasa begitu juga dalam larangan pengasingan hak atas tanah ditegaskan dalam Stb. 1875 Jo no. 179 menegaskan segala perjanjian yang bertujuan penyerahan atas tanah maka dilakukan atas kesepakatan para pihak tapi dalam kenyataannya Belanda melakukan pelanggaran (wanprestasi) dengan demikian sangat jelas sekali politik Hukoem  agraria yang pernah diterapkan di indonesia jelas tidak memihak kepada rakyat tetapi sangat menguntungkan kepada perusahaan – perusahaan swasta belanda yang ada di Indonesia pada saat itu. Oleh karena itu setelah 17 Agustus 1945 pemerintah di indonesia berusaha merobah sestem Hukoem  agraria belanda dengan menyesuaikan dari Hukoem  negeri sendiri. Usaha ini baru berhasil dengan keluarnya UU no. 5 tahun 1960 artinya setelah 15 tahun indonesia merdeka dalam pasal 2 dijelaskan bahwa atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat indonesia.

Dengan demikian kesimpulan tentang Hukoem  pertanahan :

Tanah-tanah ulayat (rakyat) menimbulkan masalah yang berkepanjangan dengan tanah yang telah di HGU kan.

     Maksud yang terkandung dalam pasal 33 ayat 3 banyak yang telah disalah gunakan artinya oleh pemerintah.

Politik pertanahan belanda sampai sekarang ± ¼ abad tidak menjamin hak-hak rakyat atas tanah malah menghilang lenyapkan hak atas tanah.

Kiranya perlu ada suatu politikal will (kebijakan) dari pemerintah terhadap eksistensi tanah adat yang dituangkan dalam peraturan per UU an dan dihilangkan apa yang disebut security approach.

UUPA no.5 tahun 1960 dibandingkan dengan UU kehutanan No. 5 tahun 1967 pada UUPA mengakui adanya hak rakyat sedangkan UU kehutanan tidak megakui yang hanya diakui adalah 2 hutan :

1.         Hutan milik

2.         Hutan negara

 

     Penjabaran UUPA yaitu pada PP no. 10 tahun 1961, PP 24 1997 mengenal adanya pendaftaran tanah sementara UU kehutanan tidak mengakuinya.

Pemerintah daerah sudah saatnya membuat PERDA untuk mempertahankan hak-hak rakyat (Permenag) UU no. 5 tahun 1999 untuk menyelesaikan tanah – tanah ulayat baik ditingkat propinsi maupun ditingkat kota. Oleh karena itu melakukan pendaftaran tanah perlu pedoman umum untuk penggunaan tanah :

PMDN No. 15 tahun 1975 didalamnya termasuk pembebasan hak atas tanah.

Keppres No. 5 tahun 1993 tentang pembebasan tanah dan penyerahan hak atas tanah.

 

 

PERKEMBANGAN PASCA KOLONIAL

 

       Pada tahun 1950 arah kebijakan kolonial belanda sudah dikatakan berobah dari tahun sebelumnya karena para ahli Hukoem  kita mulai belajar di negara belanda itu sendiri, itupun berbagai cara dilakukan oleh bangsa belanda untuk menarik ahli-ahli Hukoem  indonesia agar mau menambah ilmu pengetahuan di negara belanda walaupun dengan secara halus dan lain sebagainya, karena politik belanda sebelumnya datang ke Indonesia bukan untuk menjajah namun belanda datang ke Indonesia adalah untuk berdagang, namun pada tahun 1602 terjadi persaingan dagang antara Inggris, perancis dan jepang tapi karena belanda duluan yang menjajah di indonesia maka belandalah menerobos ke dalaam sistem tatanan hidup bermasyarakat. Sehingga VOC yang pada mulanya sebagai serikat dagang akhirnya bermaksud untuk yang lainnya, diantara tugas VOC itu ialah :

1.     Mengurus anak – anak negeri

Untuk itu belanda membuat KUHD yang kita kenal dengan WvK (Wet boek van Kopenhandle). WvK dibentuk tidak lain adalah untuk kepentingan dagang di indonesia, maka politik dagang yang muncul berobah menjadi politik etik, karena:

a.     Balas jasa bertujuan agar dapat mengeruk keuntungan belanda membuat bangunan untuk bumiputra sebagai uang pelicin.

b.     Karena dilihat dari segi politik Hukoem . Dengan demikian pula dapat kita lihat untuk melancarkan program – program kolonial maka tahun 1929 dibuatlah adat recht oleh Van vollen Hoven. Sedangkan pada tahun 1931 dibuat KUHP berlaku untuk orang eropa daratan, tahun 1938 dibuat KUHP untuk orang belanda sedangkan tahun 1948 dibuat KUHP untuk orang indonesia.

 

     Kalau kita hubungkan Domein verklaring dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan peraturan menteri agraria no. 5 tahun 1999 menjelaskan :

1.     Pelepasan hak atas tanah, UU no. 20 /1961

2.     Penyerahan hak atas tanah, Keppres no. 55 / 1963

3.     Pencabutan hak atas tanah, pasal 18 UUPA sedangkan untuk tanah – tanah rakyat yang dikuasai oleh pemerintah harus di HGU- kan dan tanah – tanah tersebut bisa dikembalikan kepada rakyat berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

 

A.  SISTEMATIKA UU NO. 5 TAHUN 1960

 

     Sistematika UU no. 5 tahun 1960 adalah :

Dasar – dasar dan ketentuan pokok terdiri dari 4 bab, yaitu pasal 1 s/d 58 terdiri dari bagian 1 s/d 12.

Ketentuan – ketentuan konversi pasal I s/d IX.

Tentang perubahan susunan pemerintahan desa yang akan diatur sendiri.

Tentang hak dan wewenang ata bumi dan air dari swa praja dan bekas swa praja. Beralih kepada negara dan diatur dengan peraturan pemerintah.

Nama UUPA, dengan berlakunya UUPA maka Hukoem  tanah secara tertulis sedangkan Hukoem  adat akan menjadi Hukoem  yang melengkapi.

 

B.   MASA SEJAK PROKLAMASI S/D UU NO. 5 / 1960 DI UNDANGKAN

     Terdapat sejumlah UU antara lain :

UU no. 13/1946 yaitu penghapusan hak istimewa dari desa Verdikan di Banyumas.

UU. Bo. 13/1948 yang mencabut VGM yang berlaku di Surakarta dan yogyakarta.

UU. No. 5/1950 yang merupakan pelengkap UU no. 13/1948 menjelaskan hak konversi dihapus secara tuntas :

a.     Tanah untuk perkebunan dataran rendah dikembalikan kepada desa

b.     Tanah untuk perkebunan pegunungan menjadi tanah negara.

UU. No. 1/1958 tentang penghapusan tanah partikulir kepada pemiliknya dikenakan ganti rugi.

Yang dimaksud tanah partikulir adalah tanah eigendom dengan hak istimewa yang bersifat kenegaraan (land heerlijke rechten).

PP no. 18/1958 sebagai pelaksana UU no. 1/1958.

UU no. 6/1952 yang mengganti UU no. 6/1951, tentang sewa tanah untuk menanam tebu.

UU no. 24/1954 tentang perbuatan pemindahan hak atas tanah yang timbul pada Hukoem  eropa harus seizin menteri kehakiman dan UU no. 76/1957 wewenang menteri kehakiman dialihkan ke menteri agraria.

UU no. 28/1956 tentang pengawasan terhadap pemindahan hak atas perkebunan.

UU no. 29/1956 tentang peraturan tindakan atas perkebunan.

UU no. 78/1957 tentang perubahan CANON, CIJSN, yang dimaksud dengan CANON adalah uang yang wajib dibayarkan oleh pemegang Erfprach (HGB) setiap tahun kepada negara., sedangkan CIJSN adalah uang wajib dibayarkan oleh hak pemegang konsensi perkebunan besar.

UU no. 51 PrP 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya ada ancaman tanah yang tidak selalu dibenarkan.

 

 

C.   UUPA NO.5/1960 TERTANGGAL 24 SEPTEMBER 1960

 

Hukoem  tanah nasional berdasarkan kepada Hukoem  adat

Hukoem  adat adalah sumber Hukoem  tanah nasional

Hukoem  adat adalah sumber dari asas – asas konsep serta lembaga Hukoem  tanah nasional

Hukoem  adat yang dimaksud adalah Hukoem  adat indonesia.

 

ASAS – ASAS HUKOEM  ADAT

  • Asas religius
  • Asas kebangsaan
  • Asas demokrasi
  • Asas kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial
  • Asas pengguna dan pemilihan secara berencana
  • Asas pemindahan horizontal, antara tanah dengan tanaman serta bangunan diatasnya.

 

 

 

KONSEPSI HUKOEM  ADAT

a.     Komuna listik religius dengan memungkinkan penguasa tanah secara individual dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur-unsur kebersamaan.

b.     Komunalistik hak ulayat dari masyarakat Hukoem  adat

c.     Masyarakat Hukoem  adat bersifat :

-       teritorial

-       geneologis

d.     Individual terhadap penguasaan atas tanah oleh perorangan untuk memenuhi pribadi dan keluarga.

 

HAK ULAYAT

Bersifat Hukoem  perdata

Artinya hak kepercayaan bersama atas tanah

Beraspek Hukoem  publik artinya mengandung kewajiban mengelola, mengatur dengan memperhatikan penguasaan, pemeliharaan dan peruntukkannya

 

HAK ULAYAT DALAM UUPA

Eksistensi atau keberadaan hak ulayat diakui sepanjang kenyataan masih ada

Didaerah yang ulayatnya sudah lengkap tidak akan dihidupkan lagi.

Didaerah yang tidak mengenal adanya hak ulayat maka tidak akan diarahkan kepada masyarakat tersebut.

PELAKSANAAN HAK ULAYAT PASAL 3 MENJELASKAN 

Harus sesuai dengan kepentingan nasional dan negara

Berdasarkan atas persatuan bangsa

Pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi.

 

SISTIM HUKOEM  ADAT DALAM HUKOEM  TANAH

Ketentuan Hukoem  tanah tertulis disusun atau sistemnya adalah sistem Hukoem  adat. Sistem hak-hak atas penjualan atas tanah :

Hak-hak bangsa indonesia sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan beraspek perdata dan publik.

Hak penguasaan dari negara yang beraspek Hukoem  publik, pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain dalam bentuk hak pengelolaan.

Hak pengelolaam individual :

Hak-hak atas tanah

Wakaf, artinya hak individual menjadi hak milik.

Hak jaminan atas tanah yang disebut dengan hak tanggungan.

 

LEMBAGA-LEMBAGA YANG TIDAK DIKENAL DALAM HUKOEM  ADAT

1.     Pendaftaran tanah, dibuat buku tanah tempat didaftarkannya hak-hak atas tanah.

Adanya setifikat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah.

2.     Prosedur pembuatan sertifikat dari awal sampai akhir.

Alas hak :

-       Surat jual beli

-       Batas sepadan

-       PBB

-       Wakaf

-       Hibah

    Alas hak adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang keberadaan tanah yang merupakan surat – surat untuk pendaftaran tanah.

 

  Untuk menjamin kepastian Hukoem  dari hak – hak atas tanah UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh indonesia. Menurut peraturan pemerintah no. 24 tahun 1997 pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka (lihat pasal 2 PP no. 24 tahun 1997).

 

Azas – azas yang dimaksud dari PP no. 24 tahun 1997 adalah sebagai berikut :

1.     Azas sederhana

Dimaksudkan agar ketentuan – ketentuan pokok dan prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak – pihak yang berkepentingan terutama pemegang hak atas tanah.

2.     Azas aman

Bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian Hukoem  sesuai dengan tujuan.

3.     Azas terjangkau

Dimaksudkan agar pihak – pihak yang memerlukan khususnya dapat memperhatikan kebutuhan da keamanan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak – pihak yang memerlukannya.

4.     Azas Mutakhir

Kelengkapan yang memadai dalam melaksanakan dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya yang harus menunjukkan keadaan data – data yang mutakhir sehingga data – data tersebut dapat sebagai bukti apabila terjadi permasalahan – permasalahn dikemudian hari.

5.     Azas terbuka

 

TUJUAN PENDAFTARAN TANAH

      Pasal 19 ayat 1 UUPA sebagaimana dijelaskan diatas tadi bahwa setiap tanah yang ada diseluruh wilayah indonesia diperintahkan untuk didatarkan ke BPN hal ini dipertegas pada pasal 3 PP no. 24 tahun 1997 bahwa pendaftaran tanah bertujuan sbb :

Untuk memberikan kepastian Hukoem  dan perlindungan Hukoem  bagi pemegang hak atas suatu bidang tanah, disamping itu agar dapat membuktikannya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan, dalam mengadakan perbuatan Hukoem  mengenai tanah – tanah yang ada.

Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan

 

SISTEM PENDAFTARAN TANAH

      Untuk mewujudkan tujuan pendaftaran tanah yaitu untuk menjamin kepastian Hukoem  maka didalam penyelenggaraan pendaftaran tanah dikenal 2 sistem pendaftaran tanah :

Sistem Positif

Sistem Negatif

 

Menurut WANTJIK SALEH K, mengemukakan :

Yang dimaksud dengan sistem positif Adalah pada sistem ini apa yang tercantum didalam buku pendaftaran tanah dan surat – surat tanda bukti yang dikeluarkan pada pendaftaran tanah merupakan alat pembuktian yang mutlak. Surat – surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sehingga keterangan – keterangan yang tercantum didalamnya mempunyai kekuatan yang harus diterima oleh hakim sebagai keterangan yang benar sepenjang tidak ada alat pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya.

 

Sistem Negatif

    Pada saat ini apa yang tercantum dalam buku pendaftaran tanah dan surat – surat bukti tanah tindakan merupakan alat pembuktian yang mutlak apabila keterangan dari pendaftaran tanah ada yang tidak benar maka dapat diadakan perubahan pembetulan seperlunya oleh karena itu jaminan perlindungan yang diberikan oleh sistem negatif tidaklah bersifat mutlak. Seperti pada sistem positif, UUPA tidaklah menganut sistem positif karena sistem ini dalam pelaksanaannya memerlukan ketelitian yang sangat tinggi tenaga dan biaya yang banyak. Oleh karena itu memerintahkan agar pendaftaran tanah tidak menggunakan sistem publikasi positif yang kebenaran datanya dijamin ole negara melainkan menggunakan sistem publikasi negatif sedangkan kelemahan sistem publikasi negatif adalah pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu.

    Menurut keterangan pemerintah no. 24 tahun 1997 terutama pasal 32 ayat 2 sistem publikasi negatif negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Namun apabila dihubungkan dengan pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA bahwa surat tanda bukti yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat hal ini diperkuat lagi oleh pasal 23,32 & 38 UUPA, yang menjelaskan bahwa pendaftaran sebagai peristiwa Hukoem  merupakan alat pembuktian yang kuat.

    Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendaftaran tanah di indonesia tidak menganut sistem negatif karena hak ini diungkapkan dengan jelas oleh pasal 32 ayat 2 PP no. 24 tahun 1997. menurut pasal 1 angka 20 PP. No. 24 tahun 1997., menjelaskan bahwa sertifikat itu adalah surat tanah bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat untuk hak atas tanah. Hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing – masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang ersangkutan.

Menurut pasal 32 ayat 1 PP. No. 24 tahun 1997 menjelaskan sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang luas mengenai data – data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

MACAM – MACAM SERTIFIKAT

 

Ada 3 macam yaitu :

1.      Seritifikat hak atas tanah Yaitu surat tanda bukti sebagai alat pembuktian yang kuat yang diterbitkan atau dikeluarkan oleh kantor pertanahan kabupaten / kota tempat dimana letak tanah tersebut.

2.     Sertifikat hak tanggungan Yaitu suatu surat tanda bukti adanya hak tanggungan yang diterbitkan oleh kantor pertanahan nasional sesuai dengan peraturan per UU an. Sertifikat hak tanggungan ini diatur dalam UU no. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah. Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan serta telah memperoleh kekuatan Hukoem  tetap dan berlaku sebagai GROSSE ACTE. Hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah.

3.     Serifikat hak milik atas satuan rumah susun Yaitu surat tanda bukti hak pemilikan individual atas satuan rumah susun yang meliputi dan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hak bersama atas apa disebut bagian bersama benda bersama dan tanah bersama, tempat bangunan itu didirikan yang diterbitkan oleh kantor pertanahan nasional.

 

 

 

TANAH YANG DISERTIFIKATKAN

 

Terdiri dari 2 macam, yaitu :

1.     Tanah negara Yaitu tanah yang dikuasai langsung oleh negara yaitu tanah – tanah yang bukan tanah menurut UUPA bukan tanah ulayat, bukan tanah kaum, bukan tanah hak pengelolaan dan bukan tanah kawasan hutan.

2.     Tanah milik adat Yaitu tanah milik yang diatur menurut Hukoem  adat atau hak atas tanah yang lahir berdasarkan proses adat setempat.

 

 

TANAH NEGARA

 

     Tanah negara yang diatas permohonannya kepada pemohon (Orang atau badan Hukoem ) telah diberikan sesuatu hak berdasarkan SK yang berwenang untuk mendapatkan sertifikat tersebut SK harus didaftarkan ke kantor pertanahan Kabupaten / kota.

 

PROSES / TATA CARA UNTUK MEMPEROLEH SERTIFIKAT

 

a.         Penerimaan hak, membawa SK tersebut ke kantor pertanahan dn disana akan dilakukan tahap – tahap :

1.     Pembayaran biaya tercantum dalam SK kebendaharawan khusus penerima.

2.     Pembayaran biaya pendaftaran tanah untuk pertama kali.

3.     Pendaftaran surat pendaftaran tersebut lengkap dengan bukti – bukti pembayaran dan diserahkan diloket yang ditentukan.

 

b.         Berdasarkan SK dan bukti pembayaran itu kantor pertanahan membuat sertifikat tanah, kemudian menyerahkan e si pemilik atau pemegang haknya.

 

TANAH MILIK ADAT

 

       Tanah bekas hak milik adat yang lahir berdasarkan proses adat setempat. Misal hak ganggam bauntuak, hak yayasan, andar beni, grand sultan yang sejak tanggal 24 september 1960 di konversikan menjadi hak  milik namun belum terdaftar.

       Syarat pendaftarannya mengajukan permohonan keapda kepala BPN dengan melampirkan :

Bukti kepemilikan tanah/penguasaan tanah secara tertulis.

Bukti lain yang dilengkapi persyaratan yang bersangkutan berupa pernyataan dan keterangan 2 orang saksi.

Bukti penguasaan secara fisik atas sebidang tanah yang bersangkutan selam 20 tahun yang dituangkan dalam surat pernyataan penguasaan itu yang dilakukan dengan itikad baik dan tidak perah diganggu gugat atau tidak dalam keadaan sengketa.

  • Kesaksian dari kepala desa / lurah
  • Bukti pelunasan surat pemberitahuan pajak bumi dan bangunan terakhir
  • Berdasarkan permohonan tersebut kepala BPN :

1.     Melakukan pemeriksaan data fisik (Penetapan dan pemasangan tanda batasn, pengukuran, pemetaan) oleh petugas yang ditunjuk.

2.     Melakukan pemeriksaan data yuridis (Riwayat kepemilikan tanah) oleh panitia pemeriksaan tanah yang ditunjuk.

3.     Mengadakan pengumuman data fisik dan yuridis selama 60 hari dikantor pertanahan, kantor wali nagari, kantor lurah dan tempat – tempat umum.

4.     Melaksanakan penegasan konversi atau pengakuan hak

5.     Pembukuan hak

6.     Menerbitkan sertifikat sebagai bukti hak.

 

 

    Azas dan sistem pendaftaran tanah sebagaimana diterangkan dalam pasal 19 UUPA mengenal beberapa ciri-ciri khusus diantaranya adalah :

 

TORREN SISTEM

      Sistem pendaftaran tanah di indonesia setelah berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960ndan PP no. 10 tahun 1961, mempergunakan sistem TORREN. Sistem torren ini juga dipergunakan diluar indonesia khususnya asia tenggara seperti malaysia, singapura, philipana dan juga termasuk australia serta bagian barat USA. Sebelum kita mempergunakan yang dikembangkan oleh Belanda dalam pengeluaran dari bukti – bukti atas tanah. (Sebelum berlakunya UUPA sangat tidak efisien karena disamping adanya kepala kantor juga adanya pejabat balik nama).

     Sistem Torren ini selain sederhana, efisien dan murah dan selalu dapat diteliti pada akta pejabatnya dan siapa-siapa saja yang bertanda tangan pada sertifikat haka tas tanahnya apabila terjadi mutasi maka nama yang sebelumnya dicoret dengan tinta halus sehingga masih terbaca dan pada bagian bawahnya tertulis nama pemilik yang baru dan disertai dasar Hukoem nya.

 

AZAS NEGATIVE

    Pendaftaran menurut PP No. 10 tahun 1961 menganut azas negatif, artinya belum tentu seorang yang tertulis namanya di sertifikat adalah mutlak milik dia sendiri oleh karena itu pasal 23 ayat 2 dan pasal 32 ayat 2 serta pasal 38 ayat 2 bahwa pendaftaran itu merupakan alat pembuktian yang kuat dan tidak tertulis sebagai bukti satu – satunya alat pembuktian.

 

AZAS PUBLISITAS

     Pendaftaran ini bersifat umum dan terbuka dan berbeda dengan perbankan yang terdapat kerahasiaan oleh karena itu setiap orang berhak untuk meminta informasi dari kantor pendaftaran tanah demikian juga berhak untuk meminta, suatu surat keterangan pendaftaran tanah yang berisikan jenis – jenis hak, luas, lokasi dalam keadaan sita dan dalam perkara atau lebih tepat dinamakan surat keterangan informasi tanah.

 

AZAS SPESIALITAS

   Bahwa pendaftaran tanah jelas dan diketahui lokasinya sehingga peranan dari surat ukur adalah memperjelas lokasi dari tanah tersebut.

 

AZAS RECHTKADESTER

      Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa pendaftaran tanah hanya bertujuan demi untuk pendaftaran saja, bukan sebagai tagihan pajak ataupun untuk keperluan lain – lainnya dengan digalakannya PBB ada tendensi bahwa pendaftaran tanah akanterkait pada PBB.

 

AZAS KEPASTIAN HUKOEM

      Maksudnya adalah sebagaimana tersebut ayat 1 pasal 19 UUPA adalah demi kepastian Hukoem  dari hak-hak atas tanah tersebut.

 

AZAS PEMASTIAN LEMBAGA

    Bahwa sesuai dengan PP no. 10 tahun 1961 maka timbullah lembaga pejabat pembuat akte tanah (PPAT), sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta – akta peralihan, pendirian, hak-hak baru dan pengikatan tanah sebagai jaminan, dan kemudian ada pejabat satu – satunya secara khusus untuk melakukan pendaftaran tanah yaitu BPN. Pasal 19 ayat 3 UUPA pendaftaran itu mahal sekali anggarannya sehingga tergantung anggaran yang tersedia, pendaftaran kepegawaian dan sarana maupun prasarana yang diperlukan sehingga diprioritaskan didaerah tertentu terutama yang mempunyai lalu lintas perdagangan yang tinggi menurut pertimbangan menteri yang bersangkutan dan organisasi yang ada sungguhpun pada waktu itu diseluruh wilayah indonesia ditiap – tiap daerah, kabupaten / kota sudah ada kantor – kantor  agraria dan pertanahan. Ayat 4 dari pasal 19 UUPA memberikan kejelasan tentang kemungkinan rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya – biaya tersebut dan kemungkinan dengan pendaftaran yang disubsidi seperti PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria).

 

 

HAK MILIK

 

Pasal 20 UU no. 5 Tahun 1960nmenjelaskan :

    Yang dimaksud dengan hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 UU No. 5 Tahun 1960. Selanjutnya hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sesuai dengan memori penjelasan UU no. 5 tahun 1960 bahwa pemberian sifat terkuat dan terpenuh tidak berarti, bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak tidak terbatas dan tidak diganggu gugat sebagai hak eigendom menurut pengertian yang asli. Sifat yang demikian akan bertentangan dengan sifat-sifat Hukoem  adat dan fungsi sosial dari tiap – tiap hak.

Kata – kata terkuat dan terpenuh gunanya untuk membedakan hak guna usaha dan hak guna bangunan dan hak – hak pakai ainnya. Dalam pembicaraan land reform sudah dijelaskan, bahwa GBHN tahun 1983 dan 1988 mengakui bahwa perorangan berhak mempunyai hak milik asalkan tidak bertentangan dengan fungsi sosial. Demikian pula yang dimaksud dengan hak milik yaitu hak turun temurun berarti hak itu dapat diwariskan kepada orang lain.

    Bahwa hak milik dalam UUPA tidak sama dengan hak eigendom yang kita kenal dalam UU Hukoem  perdata disini tidak ada kemutlakan dari hak-hak tersebut sebagaimana terlukis pada pasal 570 BW sehingga sangat kelirulah jika kita melihat hak milik itu dari kacamata BW tersebut. Luas hak milik juga meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa yang ada diatasnya.

      Sebagai suatu penjelmaan dari suatu ciri-ciri Hukoem  adat yang menjadi dasar dari Hukoem  agraria nasional. Mengenai pertambangan ditubuh bumi diperlukan surat izin khusus yang dinamakan kuasa pertambangan pasal 15 UU no. 11 tahun 1967 jadi dengn demikian sungguhpun hak milik meliputi tubuh bumi, maupun ruang angkasa, hak milik itu dibatasi tidak meliputi wewenang untuk mengambil dari hasil tubuh bumi tersebut. Yang tidak ada kaitannya dengan penggunaan tanah. Demikian pula penggunaan ruang angkasa harus terkait dengan penggunaan tanahnya. Dari ketentuan dari pasal 20 ini tentang hak milik dapat kita bagi menjadi 4 bagian :

  • Turun temurun
  • Terkuat dan terpenuh
  • Fungsi sosial
  • Dapat beralih dan dialihkan

 

    Bahwa pembatasan mengenai hak ini, turun temurun, terkuat dan terpenuh dan berfungsi sosial sudah dijelaskan dalam poin tersebut diatas sedangkan masalah keputusan pemerintah untuk pemberian hak ddan luas diatur dalam PMDN (Peraturan menteri dalam negeri) no. 6 tahun 1972 yang mengatur tentang wewenang untuk pemberian hak milik tanah pada umumnya yaitu pada sampai 200 mtr2 adalah kewenangan dari kepala kanwil BPN propinsi. Demikian pula tanah-tanah pertanian yang meliputi luasnya 20.000 m2 merupakan wewnang BPN propinsi dan begitu juga pemberian hak milik kepada transmigrasi sebesar 20.000 m2 juga diberikan kanwil BPN propinsi.

 

LAND REFORM INDONESIA

    Dalam arti luas keseluruhan program agraria reform. Dalam arti sempit meliputi perombakan mengenai pemilikan serta penguasaan tanah serta hubungan – hubungan Hukoem  yang bersangkutan dengan penguasaan tanah sedangkan tujuan land reform adalah mempertinggi taraf hidup dan penghasilan terutama bafi petani kecil dan petani penggarap tanah menuju masyarakat adil dan makmur dalam pemilikan ini juga diatur penguasaan tanah tanpa batas.

1.     Pasal 7 melarang pemilikan/penguasaan tanpa batas menguasai termasuk hak gadai, sewa, usaha bagi hasil dsb.

2.     Pasal 17 ayat 1 dan 2 perlu diatur luas masyarakat dan minimal tanah dimiliki dengan suatu hak oleh suatu keluarga atau badan Hukoem

3.     pasal 17 ayat 3 tanah kelebihan batas masyarakat akan dialihkan pemerintah dengan ganti rugi kepada rakyat yang membutuhkan dalam hal ini ada 3 hal yang diatur :

 

  • luas maksimal pemilikan tanah dan penguasaan tanah pertanian
  • Luas minimal pemilikan tanah pertanian dan larangan pemecah pemilikan tanah menjadi bagian yang kecil.
  • Soal gadai tanah pertanian.

 

UU no. 6 PRT thn 1960 dijabarkan lebih lanjut dalam :

1.     Kep. Menteri agraria no. SK/978/KA/tahun 1960 tentang penegosan luas tanah maksimal pertanian.

2.     Instruktur bersama menteri dalam negeri dan otonodo dan menteri agraria tahun 1961 No. SEKRA 9/1/12 tanah pertanian itu adalah :

  • Tanah perkebunan
  •  tanah perikanan
  • tanah pengembalaan ternak
  • tanah belukar bekas ladang dan hutan
  • tanah semua tanah selain tanah pemukiman dan perusahaan.

 

 

SEJARAH HUKOEM  AGRARIA DI INDONESIA

 

 

SEJARAH HUKOEM  AGRARIA SEBELUM UUPA

 

    Menurut Boedi Harsono dalam bukunya Hukoem  Agraria,menyebutkan ada dua tongggak sejarah, yaitu perundangan Agrarische Wet tahun 1870.

Berlandaskan tonggak sejarah tersebut sejarah Hukoem  agraria Indonesia dapat dibagi dalam periodesisasi sebagai berikut :

1.     Masa sebelum kemerdekan tahun 1945

2.     Masa sebelum Agrarische (1870)

3.     Masa setelah Agrarische Wet , tahun 1870 sampai Proklamasi kemerdekaan).

4.     Masa kemerdekaan :

5.     Masa sebelum UUPA (Tahun 1945 sampai tahun 1960)

6.     Masa UUPA (Setelah terbitnya UU No. 5/1960) tentang ketentuan dasar pokok-pokok agraria tanggal 24 September 1960.

 

 

POLITIK AGRARIA KOLONIAL

       Penjelasan umum UUPA, merumuskan bahwa Hukoem  agraria lama yang berlaku sebelum tahun 1960 dalam banyak hal, tidak merupakan alat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur, bahkan merupakan penghambat pencapaiannya, yang disebutkan karena :

Hukoem  agraria lama sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi – sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat didalam melaksanakan pembangunan nasional sebagai akibat dari politik pemerintah jajahan itu, Hukoem  agraria lama bersifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan – peraturan Hukoem  adat disamping peraturan – peraturan dari dan yang didasarkan atas Hukoem  barat, yang akan menimbulkan pelbagai masalah antar golongan yang seba sulit juga tidak sesuai dengan cita – cita persatuan bangsa.

      Bagi rakyat asli Hukoem  agraria penjajahan tidak menjamin kepastian Hukoem  seluruh rakyat Indonesia.

 

Hukoem  Agraria yang pernah berlaku di Indonesia adalah :      

Agrarische Wet (Stb. 1870 : 55) yang termuat dalam pasal 51 Wet op de Staatsinrichting voor Nederlands Indie (Stb. 1925 : 479) dan ditentukan dari ayat – ayat pasal itu.

2.a. Algemeene Domein Verklaring tersebut dalam pasal 1 Agrarische Besluit(Stb.1870 :118)

b. Speciale Domein Verklaring untuk Keresidenan Sumatra, Manado, Zuider en Ooster afdeling van Borneo.

3. Koninklijke Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Stb. 1872:177) dan peraturan  pelaksanannya.

4. Buku II Kitab Undang – Undang Hukoem  Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan – ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku pada mulia berlaku undang – undang ini.

 

                Sejarah Hukoem  belanda perlu diingat bahwa setelah kerajaan belanda menjadi Negara monarki konstitusional. Pemerintah di Hindia Belanda dalam menjalankan tugas-tugasnya terkuat dalam bentuk Undang-Undang (Wet) yang dikenal dengan RR (Regeling Reglement) tahun 1855 (Stb. 1855:2).

                  Politik agraria tercantum daam pasal 62 RR yang terdiri dari 3 ayat yang antara lain menggariskan bahwa gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah dan bahwa gubernur jenderal dapat menyewakan tanah berdsarkan ketentuan ordonansi.

            Tujuan dari Agrarische Wet adalah untuk memberi kemungkinan dan jaminan kepada modal besar asing agar dapat berkembang di Indonesia, dengan pertama – tama membuka kemungkinan untuk memperoleh tanah dengan hak erfpacht yang berjangka waktu lama.

 Agrarische Wet lahir atas desakan masyarakat pemilik modal besar swasta, yang pada masa kultur stelsel (tanam paksa) sebelumnya terbatas sekali kemungkinannya untuk berusaha dalam lapangan perkebunan besar. Kesempatan yang ada sebelumnya hanyalah melalui sewa tanah, yang pada masa tanam paksa, kemungkinan itu sesuai dengan politik monopoli pemerintah justru ditutup.

DUALISME HUKOEM  AGRARIA

                  Sejak Hindia Belanda resmi menjadi jajahan Belanda tahun 1815, praktis kondisi Hukoem  khususnya Hukoem  perdata sudah bersifat dualisme. Disamping Hukoem  adat yang merupakan Hukoem  perdata bagi golongan penduduk pribumi, maka bagi golongan penduduk penjajah Belanda, mereka perlakukan Hukoem  perdata yang mereka bawa dari negara asalnya.

                  Peraturan perundang – undangan di bidang perdata kemudian diperluas berlakunya bagi golongan penduduk Timur Asing untuk sebagian kemudian seluruhnya khusus bagi golongan penduduk Tionghoa dan selanjutnya sampai pula diperuntukkkan untuk golongan penduduk pribumi baik melalui lembaga pernyataan berlaku atas beberapa bagian Hukoem  perdata tertentu ataupun melalui lembaga pernyataan tunduk secara sukarela.

                  Karena peraturan – peraturan mengenai pertanahan, merupakan peraturan yang terdapat pada Buku II KUH Perdata, disamping peraturan perundang – undangan yang lain, maka kondisi dualistis itu terjadi juga pada bidang Hukoem  agraria. Berlakunya peraturan – peraturan Hukoem  tanah bagi golongan penduduk eropa, disamping Hukoem  adat mengenai tanah bagi golongan penduduk pribumi.

 

LANDASAN FILSAFAT YANG BERLAINAN

Hukoem  perdata Barat demikian juga Hukoem  tanahnya bertitik tolak dari pengutamaan kepentingan pribadi (individualistis), sehingga pangkal dan pusat pengaturan terletak pada eigendom – recht (hak eigendom) yaitu pemilikan perorangan yang penuh dan mutlak, disamping domein verklaring atas pemilikan tanah oleh negara.

Hukoem  adat demikian juga Hukoem  adat tanahnya sebagai bagian terpenting dari Hukoem  adat, bertitik tolak dari pemungutan kepentingan masyarakat (komunalistis) yang berakibat senantiasa mempertimbangkan antara kepentingan umum dan kepentingan perorangan. Dalam Hukoem  tanah adat, hak ulayat, yang merupakan hak persekutuan Hukoem  atas tanah merupakan pusat pengaturannya. Hak perseorangan warga masyarakat adat, memperoleh izin dari penguasa adat. Apabila warga tersebut terus menggarap bidang tanah termaksud secara efektif, maka hubungan hak miliknya menjadi lebih intensif dan dapat turun temurun.

Tetapi apabila warga tersebut menghentikan kegiatan menggarapnya maka tanah itu kembali ke dalam cakupan hak ulayat persekutuan Hukoem nya dan hak miliknya melebur.

 

ANEKA RAGAM JENIS HAK ATAS TANAH

BW atau KUHP Perdata mengenal pelbagai jenis hak atas tanah sebagai barang tidak bergerak, yaitu :

  • Bezit (kedudukan berkuasa)
  • Eigendom ( hak milik )
  • Burenrecht (hak bertetangga = hak jiran )
  • Herendiest (hak kerja rodi)
  • Erfaienst baarheid (hak pengabdian tanah)
  • Het regt van opstaal (hak numpang karang)
  • Het erfpachtsregt (hak usaha)
  • Grondrenten en tienden (bunga tanah dan hasil sepersepuluh)
  • Het vrucht gebruik (hak pakai hasil)
  • Het recht van gebruik en de bewoning (hak pakai dan hak mendiami).

 

 

Sedang Hukoem  adat mengenal peristilahan yang lain sekali.

Hak Persekutuan atas tanah ;

  • Hak Ulayat
  • Hak dari kelompok kekerabatan atau keluarga luas
  • Hak perorangan atas tanah;
  • Hak milik, hak yasan (inland bezitrecht)
  • Hak wewenang pilih, hak kima cek, hak mendahulu (voorkeursrecht)
  • Hak menikmati hasil (genotsrecht)
  • Hak pakai (gebruiksrecht) dan hak menggarap/mengolah (ontginningsrecht)
  • Hak imbalan jabatan (amblelijk profift recht)
  • Hak wenang beli (naastingsrecht)

 

 

       Tampaknya ada beberapa hak yang dilihat dari terjemahannya mirip satu sama lain, tapi karena kita ketahui bahwa asas yang dianut masing – masing sistem Hukoem  itu berlainan, maka arti sebenarnya dari masing – masing hak itu berlainan pula.

 

 

USAHA PENYESUAIAN HUKOEM  AGRARIA KOLONIAL DENGAN KEADAAN DAN KEPERLUAN SESUDAH KEMERDEKAAN.

 

     Dalam alam kemerdekaan, masalah – masalah keagrariaan yang timbul telah mendorong pihak – pihak yang berwenang untuk melakukan perubahan Hukoem  agraria. Tetapi usaha untuk melakukan perombakan Hukoem  agraria, ternyata tidak mudah dan memerlukan waktu.

Menurut pengamatan Boedi Harsono pertama-tama adalah menerapkan kebijaksaan baru terhadap undang – undang keagrarian yang lama, melalui penafsiran baru yang sesuai dengan situasi kemerdekaan, UUD 1945 dan dasar negara Pancasila. Seperti halnya dalam menghadapi pemberian hak atas dasar pernyataan domein yang nyatanya bertentangan dengan kepentingan hak ulayat yang nyatanya bertentangan dengan kepentingan hak ulayat sebagai hak-hak rakyat atas tanah.

         Langkah kedua menurut Boedi Harsono sambil menunggu terbentuknya Hukoem  agraria yang baru, adalah dikeluarkannya pelbagai peraturan yang dimaksudkan untuk meniadakan beberapa lembaga feodal dan kolonial, misalnya :

Dengan UUPA No. 13/194/8 jo UU No. 5/1950 meniadakan lembaga apanage suatu lembaga yang mewajibkan para penggarap tanah raja untuk menyerahkan seperdua atau sepertiga dari hasil tanah pertanian atau untuk kerja paksa bagi para penggarap tanah pekarangan didaerah Surakarta dan Yogyakarta.

Dengan UU no. 1/1958 menghapuskan “tanah partikelir” yaitu tanah-tanah eigendom yang diberi sifat dan corak istimewa (kepada pemiliknya diberi hak – hak pertuanan/landheerlijk rechten), yang bersifat ketatanegaraan, seperti mengesahkan hasil pemilihan / menghentikan kepala – kepala desa/kampung, hak  untuk menuntut kerja paksa atau memungut uang pengganti kerja paksa, dan lain-lain.

         Dengan UU no. 6 tahun 1951, mengubah peraturan persewaan tanha rakyat. Pembatasan masa sewa dan besarnya sewa, dan kemudian UU No. 38 Prp 1960. Melakukan pengawasan atas pemindahan hak atas tanah dengan UU. No. 1 (dar) 1952. Melarang dan menyelesaikan soal pemakaian tanah tanpa izin dengan UU No.8 (dar) tahun 1954 jo UU no. 1 (dar) 1956. Dengan UU No. 2 tahun 1960, melakukan pembaruan pengaturan perjanjian bagi hasil.

 

 SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA

 

1. PANITIA AGRARIA YOGYAKARTA

   Pada tahun 1948 sudah dimulai usaha kongkret untuk menyusun dasar – dasar Hukoem  agraria yang baru, yang akan menggantikan Hukoem  agraria warisan pemerintah jajahan, dengan pembentukan Panitia Agraria yang berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta. Panitia dibentuk dengan penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 21 Mei 1948 Nomor 16, diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo (Kepala Bagian Agraria Kementerian Dalam Negeri) dan beranggotakn pejabat-pejabat dari berbagai kementerian dan jawatan, anggota-anggota badan pekerja KNIP yang mewakili organisasi-organisasi tani dan daerah, ahli-ahli Hukoem  adat dan wakil dari serikat buruh perkebunan. Panitia ini dikenal dengan panitia Agraria Yogyakarta.

Panitia bertugas memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-soal yang mengenai Hukoem  tanah seumumnya, merancang dasar-dasar Hukoem  tanah yang memuat politik agraria negara Republik Indonesia, merancang perubahan, penggantian, pencabutan peraturan – peraturan lama, baik dari sudut legislatif maupun dari sudut praktek dan menyelidiki soal-soal lain yang berhubungan dengan Hukoem  tanah.

Panitia mengusulkan asas-asas yang akan merupakan dasar dari Hukoem  agraria baru:

1.     Dilepaskannya asas domein dan pengakuan hak ulayat.

2.     Diadakannya peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat, yaitu hak milik yang dapat dibebabi hak tanggungan.

3.     Suapaya diadakan penyelidikan dahulu dalam peraturan-peraturan negara-negara lain, terutama negara-negara tetangga, sebelum menetukan apakah apakah orang-orang asing dapat pula mempunyai hak milik atas tanah.

4.     Perlunya diadakan penepan luas minimum tanah untuk menghindarkan pauparisme diantara petani kecil dan memberi tanah yang cukup untuk hidup yang patut sekalipun sederhana.

5.     Perlunya ada penetapan luas maksimum.

6.     Menganjurkan untuk menerima skema hak-hak tanah.

7.     Perlunya diadakan registrasi tanah milik dan hak-hak menumpang yang penting (annex kadaster).

 

2. PANITIA AGRARIA JAKARTA

    Sesudah terbentuknya kembali Negara Kesatuan maka dengan keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 19 Maret 1951 Nomor 36/1951 panitia terdahulu dibubarkan dan dibentuk Panitia Agraria Baru, yaitu berkedudukan di Jakarta.

        Tugas panitia hampir sama dengan panitia terdahulu diYogyakarta. Beberapa kesimpulan panitia mengenai soal tanah untuk pertanian kecil (rakyat), yaitu:

Mengadakan batas minimum sebagai ide. Luas minimum ditentukan 2 hektar.

Ditentukan pembatasan maksimum 15 hektar untuk satu keluarga.

Yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya penduduk warga negara Indonesia. Tidak diadakan perbedaan antara warga negara “asli” dan “bukan asli”.

      Untuk pertanian kecil diterima bangunan-bangunan Hukoem : hak milik,hak usaha, hak sewa dan hak pakai. Hak ulayat disetujui untuk diatur oleh atau atas kuasa undang-undang sesuai dengan pokok-pokok dasar negara.

 

3. PANITIA SOEWAHJO

     Dalam masa jabatan Menteri Agraria, Goenawan, dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/1956 tanggal 14 Januari 1956, panitian lama dibubarkan dan dibentuk suatu panitia baru Panitia Negara Urusan Agraria, berkedudukan di Jakarta.

   Panitia yang baru diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan beranggotakan pejabat-pejabat pelbagai Kementerian dan jawatan, ahli-ahli Hukoem  adat dan wakil-wakil beberapa organisasi tani.

Adapun pokok-pokok yang penting daripada Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria hasil karya panitia tersebut ialah :

1.     Dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat, yang harus ditundukkan pada kepentinan umum (negara).

2.     Asas domein diganti dengan hak kekuasaan negara atas dasar ketentuan pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Dasar sementara.

3.     Dualisme Hukoem  agraria dihapuskannya.

4.     Hak-hak atas tanah, hak milik sebagai hak terkuat, yang berfungsi sosial.

5.     Hak milik boleh dipunyai oleh orang-orang warga negara Indonesia.

6.     Perlu diadakan penetapan batas maksimum dan minimum luas tanah yang boleh menjadi milikmseseorang atau badan Hukoem .

7.     Tanah pertanian pada asanya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri oleh pemiliknya.

8.     Perlu diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan penggunaan tanah.

 

4. RANCANGAN SOENARJO

    Dengan adanya perubahan sistematik dan perumusan beberapa pasalnya, maka rancangan “Panitia Soewahjo” tersebut diajukan oleh Menteri Agraria Soenarjo kepada Dewan Menteri pada tanggal 14 Maret 1958. Rancangan undang-undang ini dikenal kemudiab sebagai “Rancangan Soenarjo”, disetujui oleh Dewan Menteri dalam sidangnya ke 94 pada tanggal 1 April 1958 dan kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat Presiden tanggal 24 April 1958 Nomor 1307/HK.

     Rancangan Soenarjo menggunakan lembaga-lembaga dan unsur-unsur yang baik untuk Hukoem  agraria yang baru, baik yang terdapat dalam Hukoem  adat maupun Hukoem  Barat, yang disesuaikan dengan kesadaran Hukoem  rakyat dan kebutuhan dalam hubungan perekonomian. Sifat ketentuan dari hak-hak tertentu, dalam rancangan Soenarjo, dianggap telah merupakan suatu pengertian yang erat hubungannya dengan soal kepastian Hukoem , karenanya sangat diperhatikan.

Disebutkan dalam penjelasan umum bahwa rumusan mengenai hak miliknya mempersatukan ketentuan hak eigendom atas tanah (menurut Hukoem  Barat) dan hak milik menurut Hukoem  adat.

 

 

5. RANCANGAN SADJARWO

    Setelah disesuaikan dengan UUD 1945 dan Pidato Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959, dalam bentuk lebih sempurna dan lengkap diajukanlah Rancangan undang-Undang Pokok Agraria yang baru oleh Menteri Agraria Sadjarwo sehingga dikenal sebagai “Rancangan Sadjarwo”.

Rancangan Soejarwo berbeda prinsipiil dari rancangan Soenarjo. Ia hanya menggunakan Hukoem  adat sebagai dasar Hukoem  agraria baru dan ia tidak mengoper pengertian-pengertian “hak kebendaan” dan “hak perorangan” yang tidak dikenal daam Hukoem  adat,

       Rumusan bahwa hak milik, hak usaha dan hak bangunan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga “dari rancangan Soenarjo, diubah dengan sengaja dalam rancangan Sadjarwo menjadi hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, karena tidak berkehendak untuk memasukkannya pengertian-pengertian “hak kebendaan” dan “hak perorangan” ke dalam Hukoem  agraria yang baru.

 

DASAR – DASAR PENGATURAN UUPA

 

     Pada tanggal 24 september 1960 RUU yang telah disetujui oleh DPR – GR itu disyahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang menurut diktumnya yang kelima dapat disebut dan selanjutnya memang lebih terkenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

        UUPA diundangkan di dalam Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 104, sedang penjelasannya dimuat didalam tambahan Lembaran Negara Nomor 2043. UUPA mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yaitu pada tanggal 24 september 1960

        Dalam penjelasan UUPA dirumuskan tujuan yang hendak dicapai oleh PA, yaitu  meletakkan dasar-dasar :

1.     Bagi penyusunan Hukoem  agraria nasional.

2.     untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam Hukoem  pertanahan.

3.     untuk memberikan kepastian Hukoem  mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

 

Ad.a. Dasar Kenasionalan

    Secara formal UUPA memang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang (yaitu, Presiden dengan persetujuan DPR) di Indonesia, dalam bahasa Indonesia dan dinyatakan berlaku untuk seluruh negara Republik Indonesia. Secara materil yaitu tujuan dan asas dari isi UUPA juga mencerminkan dasal kenasionalan tersebut.

     Ayat 1,2,dan 3 dari pasal 1 UUPA merupakan perwujudan dari dasar falsafah Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia.

Negara merupakan badan penguasa. Ditegaskan oleh pasal 2 ayat 1 bahwa bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan dari rakyat Indonesia.

Hanya warga negara Indonesia yang mempunyai hubungan sepenuhnya. Pasal 9 ayat 1 UUPA menegaskan kedudukan warga negara Indonesia dalam hubungandengan penguasaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung didalamnya.

     Pengutamaan kepentingan nasional. Pernyataan pasal 5, bahwa Hukoem  agraria yang baru berlaku ialah Hukoem  adat sebagai Hukoem  asli, disatu pihak menunjukkan bahwa UUPA telah memilih Hukoem  yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa daripada Hukoem  agraria berdasarkan Hukoem  perdata Barat (BW) dan politik agraria kolonial.

                     

Ad.b. Dasar Kesatuan dan Kesederhaan

Dihapuskannya dualisme Hukoem , dengan pencabutan Hukoem  agraria kolonial dan K.B. tentang Besluit, pencabutan BW (KUHPerdata) sepanjang mengenai tanah (Diktum pertama UUPA) serta penetapan Hukoem  adat sebagai dasar Hukoem  agraria (Pasal 5 UUPA), mencerminkan dsar kesatuan termaksud.

Dalam hal ini, Hukoem  adat sebagai Hukoem  asli bangsa Indonesia sesuai dengan sifat dan tingkat pengetahunan bangsa Indonesia yang masih sederhana.

 

 

Ad.c. Dasar Kepastian Hukoem

1.     Dikembangkannya peraturan –peraturan Hukoem  tertulis sebagai pelaksanaan UUPA, akan memungkinkan pihak-pihak yang berkepentinan untuk dengan mudah mengetahui Hukoem  yang berlaku dan wewenang serta kewajiban apa yang ada padanya atas tanah yang dipunyainya.

2.     diselenggarakannya pendaftaran tanah yang efektif, akan memungkinkan pihak – pihak yang berkepentingan dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dipunyainya dan mengetahui sesuatu atas tanah kepunyaan pihak lain.

 

 

 

PERATURAN PERALIHAN

 

Dalam UUPA terdapat 6 pasal kententuan peralihan, yaitu :

1.     Pasal-pasal yang mengatur sendiri (kaidah berdiri sendiri):

 

  • Hak-hak yang sifatnya sementara (pasal 53)
  • Menanggalkan kewarganegaraan rangkap (Pasal 54)
  • Hak-hak asing (Pasal 55)
  • Pasal-pasal yang menunjuk (Kaidah penunjuk):
  • Peraturan mengenai hak milik, sebelum terbitnya UU hak milik termaksud dalam pasal 50 UUPA
  • Peraturan mengenai hipotek dan creditverband, selama belum terbitnya UU mengenai hak tanggungan termaksud dalam pasal 51 UUPA (Pasal 57)
  • Peraturan peralihan umumnya (Pasal 58)

 

TENTANG PELAKSANAAN UUPA

 

Catatan tentang berlakunya UUPA di beberapa propinsi :

      Dengan telah selesainya Penentuan Pendapatan Rakyat pada tahun 1969 dan dibentuknya Irian Barat sebagai salah satu Propinsi di Indonesia (UU No. 12/1969), maka dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1971 (tanggal 26 September 1971)UUPA dan peraturan-peraturan perundangan agraria lainnya untuk keseragaman dinyatakan berlaku diwilayah Propinsi Irian Jaya mulai tanggal 26 September 1971.

  Berdasarkan undang-undang tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU No. 3/1950), beberapa urusan diserahkan kepada Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kewenangan otonom. Salah atu akibat dari penyerahan kewenangan ini adalah belum diberlakukannya UUPA No. 5 tahun 1960 di Propinsi tersebut secara penuh.

      Kemudian setelah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyampaikan persyaratan untuk memberlakukan UUPA secara penuh, agar dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, diterbitkanlah Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 30 tahun 1984 bertanggal 1 April 1984.

 

ASAS-ASAS HUKOEM  AGRARIA DALAM UUPA

a. Asas Kebangsaan (pasal 1 UUPA)
Pasal 1
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(5) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

b. Asas Hak Menguasai Negara (pasal 2 UUPA)

Pasal 2.
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan Hukoem  antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan Hukoem  antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan Hukoem  yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukoem  Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat Hukoem  adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

c. Asas pengakuan Hak Ulayat (pasal 3 UUPA)
Pasal 3.
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat Hukoem  adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

d. Asas Hukoem  Agraria Nasional berdasar Hukoem  adat (pasal 5 UUPA)
Pasal 5.
Hukoem  agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukoem  adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada Hukoem  agama.

e. Asas Fungsi Sosial (pasal 6 UUPA)
Pasal 6.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

f. Asas Landreform (pasal 7, 10 dan 17 UUPA)
Pasal 7.
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 10.
(1) Setiap orang dan badan Hukoem  yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.
Pasal 17.
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan Hukoem .
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1)
pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.

g. Asas Tata Guna Tanah (pasal 13, 14 dan 15 UUPA)
Pasal 13.
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.
Pasal 14.
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15.
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan Hukoem  atau instansi yang mempunyai hubungan Hukoem  dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

h. Asas Kepentingan Umum (pasal 18 UUPA)
Pasal 18.
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.

i. Asas Pendaftaran Tanah (pasal 19 UUPA)
Pasal 19.
(1) Untuk menjamin kepastian Hukoem  oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar