Senin, 13 Februari 2017

Trail adventure

1HEArT"Offroader ngarumpul di FAKULTAS HUKUM"
HADIAH UTAMA: 1 unit Motor dan hadiah menarik lainnya.
Biaya pendaftaran
120.000 (jersey, doorprize, makan dan jalur)
HARI TANGGAL:
Minggu,12 maret 2017
Start 08.00 s.d selesai
LOKASI START/FINISH:
KAMPUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUBANG, Dekat PEMDA SUBANG
INFO:
Do'AL satria TS BERDASI 082 315 649 445
OPAN TANKAS
 081 214 559 380
IDIN
082320219390
RULLY
 081214393355
BURHAN
082 315 726 291
M ADHY TANKAS
 082 119 697 927
1HEArT"Offroader Ngarumpul di FAKULTAS HUKUM"  menyuguhkan jalur2 100% HAPPY FUN dengan variasi2 ekstrem,double track, dan masih banyak lagi jalur yg bikin BAHAGIA dan tidak lupa ditemani MAHASISWI2 cantik FAKULTAS HUKUM,
Pesan ini adalah.   UNDANGAN
 untuk acara tersebut.
Merupakan kebahagian kami "PANITIA 1HEArT Offroader ngarumpul di FAKULTAS HUKUM"apabila
Rekan-rekan Offroader dapat menghadiri acara tersebut.
Salam OFFROADER SATU HATI!!!!
 Jangan lupa BAHAGIA !!!!!!!!!!
GASSPOOLL SOB!!!!
Terimakasih
By sport:
POLRES SUBANG
KODIM SUBANG
PD.BPR SUBANG
PTPN VIII
PERHUTANI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUBANG
TANKAS
TS SUBANG
FAM'S THIRTEEN
PASUNDAN EKSPRES SUBANG

Jumat, 13 Januari 2017

makalah kewarganegaraan

 




BAB    I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

 

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan yaitu sebagai pendukung mata pencaharian di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.

 

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA, merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai Hukoem  tanah, banyak tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemeriintah  Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah; dan lain-lain.

 

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu:

 

 “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan Hukoem .”

 

Hak yang dapat diberikan kepada warga negara, namun ada masalah selanjutnya, yakni warga negara yang mendiami Indonesia bukan hanya warga negara Indonesia saja, tetapi ada juga warga negara asing. Masalahnya adalah bagaimanakah pengaturan secara yuridis mengenai pemberian hak kepada selain warga negara Indonesia. Berdasarkan latar belakang diatas Kami bermaksud membuat Makalah dengan judul “Hak Warga Negara Asing terhadap Penguasaan Tanah di Indonesia”.

 

B.     Rumusan masalah

 

Dari latar belakang tersebut, kami akan membatasi pokok bahasan makalah ini. Kami membatasi masalah menjadi dua hal, yaitu:

1.      Siapa saja yang boleh memiliki hak penguasaan atas tanah?

2.      Apakah Warga Negara Asing boleh memiliki hak atas tanah?

 

C.    Tujuan Penulisan

 

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1.      Untuk mengetahui siapa saja yang boleh memiliki hak penguasaan atas tanah.

2.      Untuk mengetahui apakah warga negara asing boleh memiliki hak penguasaan atas tanah ataukah tidak.

D.    Sistematika Penulisan

 

Berikut dijelaskan sistematika yang dipakai oleh Kami dalam peyusunan makalah ini, yaitu: Bab I  berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Sistematika Penulisan. Bab II berisi empat sub pembahasan, yaitu pertama mengenai Subjek Hak Atas Tanah, kedua mengenai status warga negara asing di Indonesia.  Bab III  berisi mengenai Kesimpulan dan Saran.

BAB    II

PEMBAHASAN

 

A.    Subjek Hak Atas Tanah

 

Pada asasnya hak milik hanya dapat dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Badan Hukoem  tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik, kecuali badan Hukoem  yang ditetapkan oleh Pemeriintah  dan telah dipenuhi syarat-syaratnya. Demikian pasal 21 ayat (1) dan (2) UUPA.

 

Sesuai dengan pasal 9 ayat (1) UUPA, menurut pasal 21 ayat (1) UUPA, hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik, sebagaimana telah dijelaskan, bahwa larangan itu tidak diadakan perbedaan antara orang-orang Indonesia asli dan keturunan asing. Meskipun, menurut pasal 9 ayat (2) UUPA, tidak diadakan perbedaan antara sesama warga negara dalam hal pemilikan tanah diadakan perbedaan antara mereka yang berkewarganegaraan tunggal dan rangkap.

 

Berkewarganeragaan rangkap artinya, bahwa disamping kewarganegaraan Indonesia dipunyai pula kewarganegaraan lain. Pasal 24 ayat (4) UUPA menentukan, bahwa selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing, ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak tanah. Ini berarti, bahwa ia selama itu dalam hubungannya dengan soal pemilikan tanah dipersamakan dengan orang asing.

 

Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, bahwa sudah selayaknya orang-orang yang membiarkan diri disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan lain dalam hal pemilikan tanah dibedakan dari warga negara Indonesia lainnya. Dengan demikian, maka yang boleh mempunyai tanah dengan hak milik itu hanyalah warga negara Indonesia tunggal saja.

 

Kalau orang tuanya telah melepaskan kewarganegaraan Indonesia, anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia. Untuk menjadi warga negara Indonesia, harus ditempuh cara pewarganegaraan, atau naturalisasi. Kita telah mengetahui, bahwa selain syarat kewarganegaraan Indonesia tunggal, khusus untuk pemilikan tanah pertanian masih diperlukan syarat-syarat lain. Syarat-syarat itu berkaitan dengan ketentuan mengenai maksimum luas tanah pertanian yang boleh dimiliki dan dikuasai seseorang (Pasal 1 jo. pasal 6 UU Nomor 56 (Perpu Tahun 1960) mengenai pemilikan bersama tanah pertanian yang luasnya kurang dari dua hektar (Pasal 9 ayat 2 dan 33 UUPA).

UU Nomor 56 (Perpu) 1960, dan mengenai larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee atau guntai (Pasal 3 PP Nomor 224 Tahun 1961 jo. PP Nomor 41 Tahun 1964). Kalau syarat yang disebutkan pada pasal 21 ayat 1 jo. Ayat 4 UUPA disebut syarat umum bagi perorangan untuk mempunyai tanah dengan hak milik, artinya syarat tersebut wajib dipenuhi oleh setiap pemilik. Karena itu, apa yang ditentukan oleh peraturan-peraturan Landreform merupakan syarat-syarat khusus, artinya khusus untuk pemilikan tanah pertanian. Bagi tanah pertanian, tidak disyaratkan bahwa pemiliknya harus seorang petani.

 

B.     Status Warga Negara Asing di Indonesia

 

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepada Badan Pertanahan Nasional Tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing, pada pasal 1.

 

“Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah tempat tinggal atau hunian dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara.” (Pasal 1 ayat 1)

 

“Orang asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang asing yang memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia.” (Pasal 1 ayat 2)

 

 

 

 

C.    Hak Penguasaan Atas Tanah Warga Negara Asing

 

Penguasaan tanah oleh orang asing dan badan Hukoem  asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia diatur dalam Pasal 41 dan 42 UUPA. Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemeriintah  (PP) nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah dan PP nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

 

Meskipun pada asasnya hanya orang-orang warga negara Indonesia tunggal saja yang dapat memiliki tanah, dalam hal-hal tertentu selama dalam waktu yang terbatas UUPA masih memungkinkan orang-orang asing dan warga negara Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap untuk mempunyai tanah dengan hak milik. Diberikannya kemungkinan itu adalah atas dasar pertimbangan peri kemanusiaan.

 

Pasal 21 ayat 3 UUPA menentukan, bahwa orang asing yang sesudah tanggal 24 september 1960 memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut. Ketentuan itu berlaku juga terhadap seorang warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah tanggal 24 september 1960 kehilangan kewarganegaraannya.

 

Jangka waktu satu tahun tersebut dihitung sejak hilangnya kewarganegaraan Indonesia itu. Bagaimanakah ketentuannya jika yang menerima hak milik secara demikian seorang Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap atau jika seorang pemilik semula berkewarganegaraan Indonesia tunggal, menurut hemat penulis (Eddy Ruchiyat, S.H.), pasal 21 ayat 3 UUPA berlaku juga terhadap mereka berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat 4 UUPA.

 

Cara-cara yang disebutkan dalam ayat 3 diatas adalah cara memperoleh hak tanpa melakukan sesuatu tindakan positif yang sengaja ditujukan pada terjadinya peralihan hak yang bersangkutan. Demikian penjelasan pasal 21 ayat 3 UUPA tersebut. Cara-cara lain tidak diperbolehkan karena dilarang oleh pasal 26 ayat 2 UUPA, juga beli, tukar menukar, hibah, dan pemberian dengan wasiat (legat).

 

Memperoleh hak milik dengan kedua cara tersebut diatas masih dimungkinkan bagi orang-orang asing dan warga negara Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap, tetapi dalam waktu satu tahun pemilikan itu harus diakhiri. Bagaimana cara mengakhirinya?

 

Dikatakan dalam ayat tersebut, bahwa di dalam waktu satu tahun hak miliknya itu harus dilepaskan. Kalau hak miliknya itu tidak dilepaskan, hak tersebut menjadi hapus dan tanahnya menjadi tanah negara, yaitu tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Maksudnya, setelah itu bekas pemilik diberi kesempatan untuk meminta kembali tanah yang bersangkutan dengan hak dapat dipunyainya, yaitu bagi orang asing hak pakai dan bagi orang Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap, HGU, HGB, atau hak pakai.

 

Menurut PP Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing: “Warga negara asing dapat memiliki rumah
yang berdiri sendiri di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara
(HPTN) atau di atas bidang tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian
dengan pemegang hak atas tanah. Perjanjian tersebut harus dalam bentuk
tertulis dengan akta PPAT dan wajib didaftarkan”.

 

Sebelum PP Nomor 41 Tahun 1996 terbit, alternatif bagi WNA yang memerlukan
rumah/hunian adalah dengan mengadakan perjanjian sewa-menyewa rumah/
bangunan yang sudah ada di atas sebidang tanah untuk dihuni tanpa
penguasaan hak atas tanahnya. Penguasaan tanah oleh penyewa bangunan
hanyalah dalam hubungan dengan perjanjian sewa menyewa bangunan
tersebut. Perjanjian sewa menyewa yang obyeknya bangunan tersebut,
yang lazim juga disebut hak atas bangunan, tidak memerlukan akta PPAT
dan berada di luar pengaturan PP Nomor 41 Tahun 1996.

 

 

 

BAB  III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

 

Subjek Hukoem  yang memiliki hak pengelolaan, khususnya yaitu hak milik adalah warga negara Indonesia, badan Hukoem  nasional yang diberi kewenangan oleh undang-undang. Adapun warga negara asing dan badan Hukoem  asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia juga mendapatkan hak penguasaan tanah yang diatur dalam Pasal 41 dan 42 UUPA. Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemeriintah  Nomor 40 tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah jo. PP nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Pasal 21 ayat 3 UUPA juga menentukan, bahwa orang asing yang sesudah tanggal 24 september 1960 memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan juga mendapatkan hak milik yang bersifat sementara yang setelahnya harus diserahkan kembali pada negara. Cara-cara yang disebutkan seperti diatas adalah cara memperoleh hak tanpa melakukan sesuatu tindakan positif yang sengaja ditujukan pada terjadinya peralihan hak yang bersangkutan.

 

B.     Saran

 

Bertitik tolak dari kesimpulan pembahasan makalah ini, maka kami menyarankan beberapa hal, yaitu dengan kondisi globalisasi yang sedang terjadi saat ini, maka seharusnya Pemeriintah  membuat aturan yang bisa mempermudah orang asing untuk tinggal supaya nantinya bisa berinvestasi dengan mudah dan tidak terganggu dengan aturan yang mempersulit. Adapun pelanggaran-pelanggaran atas aturan misalnya dengan pencaloan hak atas penguasaan tanah yang dilakukan antara warga negara Indonesia dan warga negara asing harus ditindak dengan tegas dan juga Pemeriintah  membuat aturan preventif supaya persekongkolan antara warga negara Indonesia dan warga negara asing tidak terjadi. Kemudian, Pemeriintah  juga diharapkan memperbaharui kembali aturan yuridis mengenai Hukoem  agrarian di Indonesia ini.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Literatur Buku:

Harsono, Boedi. 2004. Hukoem  Agraria Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Ruchiyat, Eddy. 2004. Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi. Bandung: Alumni.

Soebekti. 2004. Kitab Undang-undang Hukoem  Perdata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

 

Perundang-undangan:

UUD 1945 Republik Indonesia

UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria

UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah

PP Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing

 

Sumber Internet:

http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/06/kepemilikan-warga-negara-asing-terhadap.html, diakses pada tanggal 14 desember 2012, pukul 11:00.

http://gambiri67.wordpress.com/2009/03/16/hak-atas-tanah-bagi-orang-asing, diakses pada tanggal 14 desember 2012, pukul 11:15.

 

makalah hukum asuransi


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                                                                       SUBANG,13 April 2016

                                                                                               Penyusun

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.      Latar belakang ...............................................................................................  1

2.      Rumusan masalah ..........................................................................................  1

3.      Tujuan penulisan ...........................................................................................  1

4.      Manfaat .........................................................................................................  2

BAB III PEMBAHASAAN ...................................................................................  3

1.      Pengertian dari asuransi kerugian ..................................................................  4

2.      Saja manfaat asuransi kerugian...................................................................... 7

3.      Yang dimaksud dengan risiko dan ketidakpastian .......................................  9

4.      Macam-macam asuransi kerugian................................................................... 10

5.      Saja prinsip dalam asuransi ............................................................................ 12

6.      Pengertian dengan polis dan premi asuransi................................................... 12

7.      Pengaturan perasuransian di Indonesia ......................................................... 13

8.      Perizinan pendirian perusahaan asuransi ....................................................... 13

BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 14

1.      Kesimplan ..................................................................................................... 14

2.      Saran ............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKAAN....................................................................................... 15


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.

Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga  menawarkan program asuransi syariah.

B.  Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari asuransi kerugian?

2.      Apa saja manfaat asuransi kerugian?

3.      Apa yang dimaksud dengan risiko dan ketidakpastian?

4.      Apa saja prinsip dalam asuransi?

5.      Apa yang dimaksud dengan polis dan premi asuransi?

6.      Pengaturan perasuransian di Indonesia ?

7.      Perizinan pendirian perusahaan asuransi ?

C.  Tujuan

Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat :

1.      Mengetahui pengertian dari asuransi kerugian.

2.      Mengetahui saja manfaat asuransi kerugia.

3.      Mengetahui yang dimaksud dengan risiko dan ketidakpastian.

4.      Mengetahui saja prinsip dalam asuransi.

5.      Mengetahui yang dimaksud dengan polis dan premi asuransi.

6.      Mengetahui Pengaturan perasuransian di Indonesia.

7.      Mengetahui Perizinan pendirian perusahaan asuransi.

 

D.  Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada para pembaca berupa :

1.      Pengetahuan mengenai seluk beluk asuransi.

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Asuransi Kerugian

 

Pada prinsipnya, asuransi kerugian adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Berikut adalah beberapa definisi asuransi menurut beberapa sumber :

1.      Menurut Kitab Undang-undang Hukoem  Dagang pasal 246

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana sesorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tentu.

2.      Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yaitu:

            Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

(a)      memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab Hukoem  kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

(b)      memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Rumusan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 ternyata lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa.

 

Untuk memahami lebih lanjut berikut disajikan perbandingan antara rumusan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 dan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang:

1.   Definisi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 meliputi asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan”. Asuransi jiwa dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”. Bagian ini tidak ada dalam definisi Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang.

2.   Definisi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 secara eksplisit meliputi juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga. Hal ini terdapat dalam bagian kalimat “tanggung jawab Hukoem  kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti”. Bagian ini tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang.

3.   Definisi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 meliputi objek asuransi berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah uang dan jiwa manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang.

4.   Definisi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 meliputi evenemen berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan pada benda objek asuransi dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang. [1]

 

Menurut Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukoem  Perdata, kontrak

asuransi digolongkankan ke dalam kategori kontrak untung-untungan, yang berbunyi: [2]

“Suatu persetujuan untung-untungan (kans overenkomst) adalah sutau perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah: perjanjian pertanggungan(verzekering); bunga cagak hidup (lijfrente); perjudian dan pertaruhan (spel & weddenschap). Perjanjian yang pertama diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang.”

 

Menurut Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukoem  Perdata, maka suatu kontrak untung-untungan merupakan suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi pihak tertentu saja, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Oleh Kitab Undang-Undang Hukoem  Perdata, perjanjian asuransi dengan tegas digolongkan ke dalam kontrak untung-untungan, yang selanjutnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang. Dikatakan untung-untungan karena pihak penanggung akan diuntungkan (karena pembayaran premi) jika risiko yang diasuransikan tersebut tidak terjadi. Sebaliknya, bagi pihak tertanggung akan diuntungkan (dalam arti pembayaran kerugiannya) jika risiko yang diasuransikan tersebut ternyata benar-benar terjadi. Itulah sebabnya, maka oleh Kitab Undang-Undang Hukoem  Perdata perjanjian asuransi dengan tegas digolongkan ke dalam kontrak untung-untungan.[3]

3.      Menurut Paham Ekonomi

Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan karena melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious event).

 

B.     Tujuan Asuransi

Menurut Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S. H., asuransi itu mempunyai tujuan, pertama-tama ialah: mengalihkan segala resiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadi kepada orang lain yang mengambil resiko untuk mengganti kerugian. Pikiran yang terselip dalam hal ini ialah, bahwa lebih ringan dan mudah apabila yang menanggung resiko dari kekurangan nilai benda-benda itu beberapa orang daripada satu orang saja, dan akan memberikan suatu kepastian mengenai kestabilan dari nilai harat bendanya itu jika ia akan mengalihkan resiko itu kepada suatu perusahaan, dimana dia sendiri saja tidak berani menanggungnya.

Sebaliknya seperti yang dikemukakan oleh Mr. Dr. A. F. A. Volman  bahwa orang-orang lain yang menerima resiko itu, yang disebut penanggung bukanlah semata-mata melakukan itu demi prikemanusiaan saja dan bukanlah pula bahwa dengan tindakan itu kepentingan-kepentingan mereka jadi korban untuk membayar sejumlah uang yang besar mengganti kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa itu.

Para penanggung itu adalah lebih dapat menilai resiko itu dalam perusahaan mereka, daripada seseorang tertanggung yang berdiri sendiri, oleh karena itu biasanya didalam Praktek para penanggung asuransi yang sedemikian banyaknya, mempunyai dan mempelajari pengalaman-pengalaman mereka tentang penggantian kerugian yang bagaimana terhadap sesuatu resiko yang dapat memberikan suatu kesempatan yang layak untuk adanya keuntungan.

C.    Penggolongan Asuransi

1.       Asuransi Kerugian/ Umum

Asuransi keugian/umum(general Insurance) adalah jenis asuransi yang memberikan jaminan bagi berbagai resiko yang mengancam harta benda dan berbagai kepentingan.

2.      Asuransi jiwa

Asuransi jiwa(life Insurance) adalah jenis asuransi yang memberikan jaminan terhadap kehilangan jiwa sseorang. Atau dengan kata lain suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan resiko yang berkaitan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, meliputi asuransi kecelakaan diri, asuransi jiwa seperti asuransi berjangka(term Insurance), asuransi seumur hidup(whole Life Insurance), edowmwnt insurance, anuitas, dan asuransi industry(industrial insurance).

3.     Asuransi social

Penyelenggaraan asuransi jiwa didasarkan pada peraturan perundangan tersendiri yang berdifat wajib serta didalamya terkandung tujuan tertentu dari pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat atau sebagian anggota masyarakat. Karenaya system ini disebut asuransi sosial.

D.      Pengertian Asuransi Kerugian

Beberapa pengertian asuransi kerugian diantaranya :

Ø  Pada prinsipnya, asuransi kerugian adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain.

Ø  Asuransi kerugian adalah suatu perjanjian asuransi yang berisikan ketentuan bahwa penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi berupa memberikan ganti kerugian kepada tertanggung seimbang dengan kerugian yang diderita oleh pihak yang tertanggung.

Ø  Asuransi kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa :

-          Kehilangan nilai pakai

-          Kekurangan nilainya

-          Kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung

Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.

 

E.       Manfaat Asuransi Kerugian

Manfaat Asuransi Kerugian atau istilahnya adalah general insurance yaitu asuransi yang akan mengganti kemungkinan kerugian yang terjadi pada harta benda dan juga seluruh aset Anda.

Sebagai Gambaran adalah asurasi mobil, kebakaran rumah atau toko, asuransi mesin-mesin, pabrik dan sebagainya.

Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara  lain:

1.    Rasa aman dan perlindungan

Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung.

2.    Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil

Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukannilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Semakin besar nilai pertangguangan, semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung.

3.    Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.

4.    Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan

Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).

5.    Alat penyebaran risiko

Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan.

6.    Membantu meningkatkan kegiatan usaha

Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risikokerugian yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lain-lain).

 

 

F.     Macam-Macam Asuransi Kerugian

Asuransi kerugian ini dapat dipilah sebagai berikut:

a)    Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran.

b)   Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan penanggung atau perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat  terjadinya kehilangan atau kerusakan saat pelayaran.

c)    Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan kedalam kedua asuransi diatas, missal : asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri, dan lain sebagainya.

 

G.      Risiko dan Ketidakpastian

Secara umum, risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadinya kerugian. Berikut ini adalah jenis-jenis risiko:

1.    Risiko murni

Adalah risiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.

2.    Risiko spekulatif

Adalah risiko yang berkaitang dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dam kemungkinan untuk mendapat kerugian.

3.    Risiko individu

Adalah risiko yang kemungkinan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu ini masih dipilah menjadi 3 jenis :

a.    Risiko pribadi (personal risk)

Adalah risiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi. Atau dengan kata lain risiko ini berfungsi untuk menanggung dirinya sendiri atau orang yang ia asuransikan.

b.    Risiko harta (property risk)

Adalah risiko yang ditanggungkan atas harta yang dimilikinya rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimilikinya.

c.    Risiko tanggung gugat (liability risk)

Risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain. Misalkan, pemberian asuransi oleh mandor bangunan kepada para pekerjanya.

Risiko yang dihadapi perlu ditangani dengan baik untuk mempertimbangkan kehidupan perekonomian di masa mendatang. Dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima cara yang dapat dilakukan, antara lain:

1.    Menghindari risiko (risk avoidance)

Dapat dilaksanakan dengan cara mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul sebelum kita melakukan aktivitas-aktivitas. Setelah mengetahui risiko yang mungkin timbul kit bisa menetukan apakah aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau kita hentikan.

2.    Mengurangi risiko (risk reduction)

Tindakan ini hanya bersifat meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.

3.    Menahan risiko (risk retention)

Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa-apa terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis biasanya melibatkan jumlah yang kecil. Bahkan kadang-kadang orang tidak sadar akan usaha menahan risiko ini.

4.    Membagi risiko (risk sharing)

Tindakan ini melibatkan orang lain untuk sama-sama menghadapi risiko.

5.    Mentransfer risiko (risk transferring)

Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia serta mampu memikul beban risiko.           

 

H.      Prinsip Asuransi

1.    Insurable interest (kepentingan yang dipertanggungkan)

Pada prinsipnya merupakan hak berdasarkan Hukoem  untuk mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara Hukoem  antara tertanggung dengan sesuatu yang dipertanggungkan. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi kriteria insurable interest:

a.    Kerugiaan tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan terjadinya.

b.    Kewajaran. Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.

c.    Catastrophic. Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.

d.   Homogen. Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau sejenis.

2.    Utmost Good Faith (itikad baik)

Dalam melakukan kontrak asuransi, kedua belah pihak dilandasi oleh itikad baik. Antar pihak tertanggung dan penanggung harus saling mengungkapkan keterbukaan. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure.

3.    Indemnity

Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung untuk mengompensasi risiko yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial. Konsep ini tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang rusak atau cacat karena indemnity berkaitan dengan ganti rugi finansial.

4.    Proximate Cause

Adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu persitiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent.

5.    Subrogation

Pada prinsipnya merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.

6.    Contribution

Bahwa penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung yang lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing belum tentu sama besar.

 

 

I.         Polis Asuransi

Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan kekuatan secara Hukoem . Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut:

1.    Nomor polis

2.    Nama dan alamat tertanggung

3.    Uraian risiko

4.    Jumlah pertanggungan

5.    Jangka waktu pertanggungan

6.    Besar premi, bea materai, dan lain-lain

7.    Bahaya-bahaya yang dijaminkan

8.    Khusus untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polisi, nomor rangka, dan nomor mesin kendaraan.

 

J.        Premi Asuransi

Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi tergantung pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkaat risiko dan jumlah nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi.

 

K.      Pengaturan Perasuransian di Indonesia

Berikut merupakan peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar acuan pembinaan dan pengawasan atas usaha perasuransian di Indonesia saat ini :

1.    UU no.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian

2.    PP no.73 tahun 1002 tentang usaha perasuransian

3.    Keputusan menteri keuangan, antara lain:

a.    Nomor 223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi

b.    No.224/KNE.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi

c.    No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asurasni dan Reasuransi

d.   No.226/CMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi

 

L.       Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi

Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut PP Nomor 73 Tahun 1992 dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

1.    Persetujuan Prinsip

Adalah persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian, dimana batas waktu persetujuan prinsip dibatasi selama-lamanya satu tahun.

2.    Izin usaha

Adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah perisiapan pendirian selesai, dimana izin usaha diberikan setelah

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Menurut UU no.40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkn diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab Hukoem  kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Asuransi kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa :

-          Kehilangan nilai pakai

-          Kekurangan nilainya

-          Kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung

Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.

Pada dasarnya, asuransi dapat memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain dapat memberikan rasa aman dan perlindungan, sebagai pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit, sebagai tabungan dan sumber pendapatan, sebagai alat penyebaran risiko, serta dapat membantu meningkatkan kegiatan usaha.

B.       Saran

Sebaiknya masyarakat mengikuti program asuransi, karena program ini memiliki banyak manfaat bagi pihak tertanggung, seperti yang telah kami uraikan dalam materi makalah ini.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=1626

Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.

Kitab Undang-Undang Hukoem  Dagang. Cetakan IV. Citra Umbara, Bandung. 2010

Latumaerisa, Julius R. 2011. Bank dan lembaga keuangan lain. Jakarta:salemba empat

 

 

 

 

 

 



[1] . Ibid., hml. 11

[2] Tuti Rastuti, op. Cit., hlm. 39.

 

[3] Munir Fuady, op.Cit., hlm. 254