BAB VIII
HUKOEM AGRARIA
PENGERTIAN TENTANG HUKOEM AGRARIA
Sebelum mempelajari tentang Hukoem agraria maka perlu kiranya kita melihat
sejarah bahwa Hukoem agraria sangat
penting bagi masyarakat untuk pengaturan tentang Hukoem – Hukoem kebendaan yang diatur pada buku II BW. Adapun Hukoem
kebendaan yang mengatur tentang hak-hak
kebendaan yang merupakan hak-hak absolut. Dengan demikian untuk
pengaturan-pengaturan yang lebih optimal maka sangat perlu suatu pengaturan
melalui suatu UU yaitu UUPA. UUPA yang diundangkan melalui UU no.5 tahun 1960
telah menghapus sebagian besar ketentuan-ketentuan tentang kebendaan
sebagaimana disebut diatas yaitu buku II BW.
Dengan demikian jelas seklai bahwa
yang dimaksud Hukoem agraria adalah
suatu aturan yang mengatur tentang hak-hak kebendaan seseorang/masyarakat
negara yang menyangkut tentang bumi, air, ruang angkasa serta semuanya ini
menyangkut tentang definisi secara umum.
SEJARAH LAHIRNYA UUPA NO. 5 TAHUN 1960 & ZAMAN
KOLONIAL
Sebagaimana diundangkannya UUPA no.5
tahun 1960 banyak yang harus kita simak tentang sejarah-sejarah Hukoem di Indonesia maupun diluar negeri diantaranya
adalah zaman Hindia Belanda. Sebagai negara jajahan belanda di Indonesia
berlaku azas corcodanti(penyetaraan) dengan Hukoem adat di Indonesia yaitu dengan suatu cara
yaitu kodifikasi dan unifikasi tahun 1848.
Diantara UU yang telah dikodifikasi adalah sbb :
1. Wet boek van Strafrecht
(KUHP)
2. Bugerlijk wetboek (BW)
kecuali Hukoem tanah menjadi UU Hukoem Agraria
3. wet boek van koop handel
(KUHD).
Azas korkodansi, kodifikasi dan unifikasi
mewarnai Hukoem Indonesia sekarang paham
liberalisme dan individualisme menjadi jiwa pembentukan Hukoem belanda.
Misal :
- negara berhak
mengatur tentang hak-hak kebendaan seseorang, menggunakan hak-hak tanpa batas
dengan demikian tugas-tugas negara menjaga agar hak-hak individu tidak dirusak
orang lain.
- Toesteming atau
perjanjian persetujuan yang diadakan memikat kedua pihak atau persetujuan para
pihak didalamnya adalah hak-hak para pihak tersebut (Liberal).
Dalam Hukoem belanda agama dan adat terletak dibelakang dan
tidak disinggung-singgung dalam pembentukan Hukoem artinya agama dan adat tidak termasuk dalam
koridor Hukoem negara sehingga Hukoem -Hukoem
yang diproduk lebih mengutamakan kepada
unsur-unsur rasio pembuat UU tersebut.
SEMINAR SEJARAH HUKOEM PADA TANGGAL 05 APRIL 1975
Menteri kehakiman dalam seminar sejarah Hukoem
pada tanggal 05 April 1975 menyatakan
bahwa perbincangan sejarah Hukoem mempunyai arti penting dalam rangka pembinaan Hukoem
nasional karena usaha pembinaan Hukoem tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan
Hukoem masa kininakan tetapi juga
bahan-bahan mengenai perkembangan Hukoem masa lalu.
Melalui sejarah Hukoem kita akan mampu menjajaki berbagai aspek Hukoem
Indonesia pada masa dulu, hal mana akan
dapat memberikan bantuan kepada kita untuk memahami kaedah-kaedah serta
institusi Hukoem yang ada dewasa ini
dalam masyarakat bangsa indonesia mulai penelitian sejarah Hukoem dapat diketahui tentang adanya kemungkinan
lembaga-lembaga Hukoem yang tidak
diperlukan lagi atau masih perlu dikembangkan dalam membina Hukoem nasional.misal dalam Hukoem agraria kita mengenal domein verklaring
artinya semua tanah yang tidak bisa dibuktikan haknya adalah tanah negara.
-eigendom adalah hak milik
-eigenaar adalah si pemilik / orangnya
- HGB adalah opstal
- HGU adalah Erfpacht
Politik Hukoem agraria berkembang tahun 1960 sampai dengan
1998 pemerintah dalam melaksanakannya ambifalen (mendua) karena dalam UUPA No.
3:
1. Mengakui tanah ulayat
sepanjang menurut kenyataan masih ada kalau tidak bertentangan dengan UU yang
lebih tinggi.
2. UUPA disusun berdasar Hukoem
adat namun tidak dinyatakan Hukoem mana yang dipakai.
Untuk mengetahui proses perkembangan pengetahuan sistem Hukoem
di Indonesia kiranya perlu dikenal
sistem Hukoem yang lama dan dengan
mengetahui sistem Hukoem yang lama
tersebut kita akan dapat menganalisa seberapa jauh sistem ini berpengaruh pada
perkembangan Hukoem baru.
- Ius
constitutum yaitu Hukoem yang
berlaku sekarang (hk. Positif)
- Ius
constituentum yaitu Hukoem yang
dicita-citakan
Prof. DR. Soepomo mengemukakan 13 azas penting dan
tatanan Hukoem yang berlaku di Hindia
belanda dulu diantaranya adalah sbb :
1. azas dari BW dari Hindia
Belanda
2. azas Hukoem acara perdata eropa
3. azas wet boek van straaf
recht (HAP)
4. azas Hukoem acara pidana
5. azas Hukoem adat materil
6. azas perdata laand raad
(pengadilan negeri)
7. acara schap geracht en
distrik
8. acara perdata pengadilan
pribumi didaerah luar jawa dan madura
9. acara perdata pengadilan
daerah swapraja
10. acara pidana laand raad
11. acara pidana laand gerecht
12. acara pidana pengadilan pribumi
13. acara pidana pengadilan swapraja
BW di Indonesia berazaskan
kepada azas korkodansi dan BW belanda mencontoh kepada code civil de prancis
sedangkan BW Hindia Belanda berlaku tahun 1848 pada mulanya tidak berubah namun
perkembangan Hukoem semenjak satu abad
menuju kearah partisipasi masyarakat dan Hukoem melalui yurisprudensi akhirnya terjadi
perubahan.
Contoh : azas penggunaan
kekuasaan sewenang-wenang (a bous of power/ misbruik van recht) diubah
menjadi emansipasi wanita di cabut.
Hukoem acara
perdata di Indonesia pada dasarnya sama dengan Hukoem acara perdata belanda Hukoem acara perdata belanda meneladani code prosedur
civil tetapi kemudian Hukoem acara perdata
mengalami beberapa kali peninjauan. Perlu kita ketahui azas utama Hukoem acara perdata adalah sbb :
1. Terbuka untuk umum,semua
keputusan selalu diucapkan dalam sidang terbuka atas dasar ketentuan UU
2. Hakim harus bersifat
pasif
3. semua acara hampir
semuanya tertulis
4. pakai perantara atau
pengacara
untuk azas 1,2,3,4 dipakai pada Hogeraaf recht (MA) dan
raad van justitie (Petinggi) sedangkan untuk pribumi resident recht.
Azas-azas beracara adalah :
1. Beracara dengan lisan
2. Hakim bersifat aktif
3. tidak perlu pengacara
KUHP Belanda disusun berdasarkan
culture barat Individualisme dan liberalisme. Jiwa KUHP kurang sesuai dengan
culture budaya dan agama yang dianut di Indonesia :
Ada 5 azas penting dari KUHP :
1. Yang menjadi subjek dari
tindak pidana adalah orang
2. tindak pidana yang
terdiri dari kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan diatur dalam Buku II BW sedangkan
oelanggaran dalm buku III. Antara kejahatan dan pelanggaran secara
kualitatif tidak ada perbedaan sedangkan secara kuantitatif ada
perbedaan. Misal : tindak pidana ringan digolongkan pelanggaran sedangkan
tindak pidana berat digolongkan kejahatan.
3. Tidak ada suatu Hukoem an
kalau tidak ada UU yang mengaturnya nolum delictum pune sine lege.
4. dikenal 4 sistem Hukoem dalam WvS (Wet boek van Straafrecht) KUHP:
a. Hukoem an mati
b. Hukoem an penjara
c. Hukoem an kurungan
d. Hukoem an denda
5. Khusus untuk Hindia
belanda dikenal 3 Hukoem an tambahan :
a. Pencabutan hak – hak
tertentu
b. Perampasan barang –
barang tertentu
c. Diumumkan putusan hakim
POLITIK HUKOEM PEMERINTAHAN TERHADAP
KEBIJAKSANAAN HUKOEM PERTANAHAN
1. Zaman Belanda
Pengaruh politik pertanahan terlihat
dari tindakan / perbuatan yang dilakukan pemerintah. Politik tersebut dimulai
pada tahun 1830 (Perang Napoleon di Eropa) diantara politik yang diterapkan
oleh bangsa-bangsa Barat antara lain :
a. Cultuure
stelsel
b. Agrarische
Wet
c. Agrarische
Besluit
Dalam perkembangannya antara Agrarische Wet dan Agrarische
Besluitada yang mengatakan domein verklaring.
yang dikatakan Domein verklaring adalah dijelaskan
pada pasal 1 Agrarische wet menyebutkan tanah yang tidak bisa dibuktikan atas
kepemilikan (Eigendom/eigenaar).
Oleh karena itu UU atau Agrarische wet yang dikeluarkan
oleh bangsa belanda tersebut Hukoem belanda tersebut berisi ketentuan – ketentuan
yang sangat berpihak kepada kepentingan – kepentingan perusahaan swasta swasta.
Namun ada juga melindungi kepentingan orang Indonesia asli tapi melalui
beberapa cara :
1. Memberi kesempatan bagi
orang Indonesia asli untuk memperoleh hak eigendom agraris atas tanahnya
sehingga dapat dihipotikkan.
2. memperbolehkan rakyat
meyewakan tanah kepada orang asing untuk rakyat yang berekonomi lemah mendapat
perlindungan terhadap orang yang berekonomi kuat.
Secara global agrarische wet bertujuan memberikan
kemungkinan kepada modal asing untuk berkembang di Indonesia dengan hak erfracht (HGU)
selama 75 tahun, tanah dengan hak opstal (HGB). Hak sewa, hak
pinjam pakai.
Jadi jelas disini pemerintah belanda
berwenang memberikan hak tersebut adalah pemilik/eigenaar dan karenanya negara
dinyatakan sebagai pemilik tanah.
Overspel = anak diluar nikah
Pasal 21,22,96 ---Ã UUPA ttg orang asing
tidak boleh mempunyai hak milik.
Domein verklaring, dirumuskan
sedemikian rupa sehingga tidak perlu membuktikan haknya dalam proses perkara
sebaliknya pihak lainlah yang selalu membuktikan haknya itu. Jadi nyata
ketentuan yang selalu membebankan kewajiban pembuktian kepada rakyat itu,
artinya tidak mempunyai keadilan. Oleh karena itu pernyataan domein verklaring
tahun 1870 tidak dapat dipertahankan lagi dalm NKRI. Sesungguhnya dalam
pembelian hak atas tanah negara, negara tidak perlu bertindak sebagai eigenaar
(kepemilikan) cukup bila UU memberi wewenang kepadanya untuk berbuat sesuatu
kepada penguasa atau overheid, UUPA berpendapat sama dengan ini terlihat dalam pendirian
bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan didalam pasal 33 UUD 1945 tidak ada
tempatnya negara bertindak sebagai pemilik tanah dan adalah lebih tepat jika
negara bertindak sebagao badan penguasa begitu juga dalam larangan pengasingan
hak atas tanah ditegaskan dalam Stb. 1875 Jo no. 179 menegaskan segala
perjanjian yang bertujuan penyerahan atas tanah maka dilakukan atas kesepakatan
para pihak tapi dalam kenyataannya Belanda melakukan pelanggaran (wanprestasi)
dengan demikian sangat jelas sekali politik Hukoem agraria yang pernah diterapkan di indonesia
jelas tidak memihak kepada rakyat tetapi sangat menguntungkan kepada perusahaan
– perusahaan swasta belanda yang ada di Indonesia pada saat itu. Oleh karena
itu setelah 17 Agustus 1945 pemerintah di indonesia berusaha merobah sestem Hukoem
agraria belanda dengan menyesuaikan dari
Hukoem negeri sendiri. Usaha ini baru
berhasil dengan keluarnya UU no. 5 tahun 1960 artinya setelah 15 tahun
indonesia merdeka dalam pasal 2 dijelaskan bahwa atas dasar ketentuan dalam
pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut bumi, air
dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat
indonesia.
Dengan demikian kesimpulan tentang Hukoem pertanahan :
Tanah-tanah ulayat (rakyat) menimbulkan masalah yang
berkepanjangan dengan tanah yang telah di HGU kan.
Maksud yang terkandung dalam pasal 33
ayat 3 banyak yang telah disalah gunakan artinya oleh pemerintah.
Politik pertanahan belanda sampai sekarang ± ¼ abad tidak
menjamin hak-hak rakyat atas tanah malah menghilang lenyapkan hak atas tanah.
Kiranya perlu ada suatu politikal will (kebijakan) dari
pemerintah terhadap eksistensi tanah adat yang dituangkan dalam peraturan per
UU an dan dihilangkan apa yang disebut security approach.
UUPA no.5 tahun 1960 dibandingkan dengan UU kehutanan No.
5 tahun 1967 pada UUPA mengakui adanya hak rakyat sedangkan UU kehutanan tidak
megakui yang hanya diakui adalah 2 hutan :
1. Hutan
milik
2. Hutan
negara
Penjabaran UUPA yaitu pada PP no. 10
tahun 1961, PP 24 1997 mengenal adanya pendaftaran tanah sementara UU kehutanan
tidak mengakuinya.
Pemerintah daerah sudah saatnya membuat PERDA untuk
mempertahankan hak-hak rakyat (Permenag) UU no. 5 tahun 1999 untuk
menyelesaikan tanah – tanah ulayat baik ditingkat propinsi maupun ditingkat
kota. Oleh karena itu melakukan pendaftaran tanah perlu pedoman umum untuk
penggunaan tanah :
PMDN No. 15 tahun 1975 didalamnya termasuk pembebasan hak
atas tanah.
Keppres No. 5 tahun 1993 tentang pembebasan tanah dan
penyerahan hak atas tanah.
PERKEMBANGAN PASCA KOLONIAL
Pada tahun 1950 arah kebijakan
kolonial belanda sudah dikatakan berobah dari tahun sebelumnya karena para ahli
Hukoem kita mulai belajar di negara
belanda itu sendiri, itupun berbagai cara dilakukan oleh bangsa belanda untuk
menarik ahli-ahli Hukoem indonesia agar
mau menambah ilmu pengetahuan di negara belanda walaupun dengan secara halus
dan lain sebagainya, karena politik belanda sebelumnya datang ke Indonesia
bukan untuk menjajah namun belanda datang ke Indonesia adalah untuk berdagang,
namun pada tahun 1602 terjadi persaingan dagang antara Inggris, perancis dan
jepang tapi karena belanda duluan yang menjajah di indonesia maka belandalah
menerobos ke dalaam sistem tatanan hidup bermasyarakat. Sehingga VOC yang pada
mulanya sebagai serikat dagang akhirnya bermaksud untuk yang lainnya, diantara
tugas VOC itu ialah :
1. Mengurus anak – anak
negeri
Untuk itu belanda membuat KUHD yang kita kenal dengan
WvK (Wet boek van Kopenhandle). WvK dibentuk tidak lain adalah
untuk kepentingan dagang di indonesia, maka politik dagang yang muncul berobah
menjadi politik etik, karena:
a. Balas jasa bertujuan agar
dapat mengeruk keuntungan belanda membuat bangunan untuk bumiputra sebagai uang
pelicin.
b. Karena dilihat dari segi
politik Hukoem . Dengan demikian pula dapat kita lihat untuk melancarkan
program – program kolonial maka tahun 1929 dibuatlah adat recht oleh Van vollen
Hoven. Sedangkan pada tahun 1931 dibuat KUHP berlaku untuk orang eropa daratan,
tahun 1938 dibuat KUHP untuk orang belanda sedangkan tahun 1948 dibuat KUHP
untuk orang indonesia.
Kalau kita hubungkan Domein
verklaring dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan peraturan menteri agraria no. 5
tahun 1999 menjelaskan :
1. Pelepasan hak atas tanah,
UU no. 20 /1961
2. Penyerahan hak atas
tanah, Keppres no. 55 / 1963
3. Pencabutan hak atas
tanah, pasal 18 UUPA sedangkan untuk tanah – tanah rakyat yang dikuasai oleh
pemerintah harus di HGU- kan dan tanah – tanah tersebut bisa dikembalikan
kepada rakyat berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
A. SISTEMATIKA UU NO. 5 TAHUN 1960
Sistematika UU no. 5 tahun 1960
adalah :
Dasar – dasar dan ketentuan pokok terdiri dari 4 bab,
yaitu pasal 1 s/d 58 terdiri dari bagian 1 s/d 12.
Ketentuan – ketentuan konversi pasal I s/d IX.
Tentang perubahan susunan pemerintahan desa yang akan
diatur sendiri.
Tentang hak dan wewenang ata bumi dan air dari swa praja
dan bekas swa praja. Beralih kepada negara dan diatur dengan peraturan
pemerintah.
Nama UUPA, dengan berlakunya UUPA maka Hukoem tanah secara tertulis sedangkan Hukoem adat akan menjadi Hukoem yang melengkapi.
B. MASA SEJAK PROKLAMASI S/D UU NO. 5 /
1960 DI UNDANGKAN
Terdapat sejumlah UU antara lain :
UU no. 13/1946 yaitu penghapusan hak istimewa dari desa
Verdikan di Banyumas.
UU. Bo. 13/1948 yang mencabut VGM yang berlaku di
Surakarta dan yogyakarta.
UU. No. 5/1950 yang merupakan pelengkap UU no. 13/1948
menjelaskan hak konversi dihapus secara tuntas :
a. Tanah untuk perkebunan
dataran rendah dikembalikan kepada desa
b. Tanah untuk perkebunan
pegunungan menjadi tanah negara.
UU. No. 1/1958 tentang penghapusan tanah partikulir
kepada pemiliknya dikenakan ganti rugi.
Yang dimaksud tanah partikulir adalah tanah eigendom
dengan hak istimewa yang bersifat kenegaraan (land heerlijke rechten).
PP no. 18/1958 sebagai pelaksana UU no. 1/1958.
UU no. 6/1952 yang mengganti UU no. 6/1951, tentang sewa
tanah untuk menanam tebu.
UU no. 24/1954 tentang perbuatan pemindahan hak atas
tanah yang timbul pada Hukoem eropa
harus seizin menteri kehakiman dan UU no. 76/1957 wewenang menteri kehakiman
dialihkan ke menteri agraria.
UU no. 28/1956 tentang pengawasan terhadap pemindahan hak
atas perkebunan.
UU no. 29/1956 tentang peraturan tindakan atas
perkebunan.
UU no. 78/1957 tentang perubahan CANON, CIJSN, yang
dimaksud dengan CANON adalah uang yang wajib dibayarkan oleh pemegang Erfprach
(HGB) setiap tahun kepada negara., sedangkan CIJSN adalah uang wajib dibayarkan
oleh hak pemegang konsensi perkebunan besar.
UU no. 51 PrP 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa
izin yang berhak atau kuasanya ada ancaman tanah yang tidak selalu dibenarkan.
C. UUPA NO.5/1960 TERTANGGAL 24
SEPTEMBER 1960
Hukoem tanah
nasional berdasarkan kepada Hukoem adat
Hukoem adat adalah
sumber Hukoem tanah nasional
Hukoem adat adalah
sumber dari asas – asas konsep serta lembaga Hukoem tanah nasional
Hukoem adat yang
dimaksud adalah Hukoem adat indonesia.
ASAS – ASAS HUKOEM ADAT
- Asas religius
- Asas kebangsaan
- Asas demokrasi
- Asas kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial
- Asas pengguna dan pemilihan secara berencana
- Asas pemindahan horizontal, antara tanah dengan
tanaman serta bangunan diatasnya.
KONSEPSI HUKOEM ADAT
a. Komuna listik religius
dengan memungkinkan penguasa tanah secara individual dengan hak-hak atas tanah
yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur-unsur kebersamaan.
b. Komunalistik hak ulayat
dari masyarakat Hukoem adat
c. Masyarakat Hukoem adat bersifat :
- teritorial
- geneologis
d. Individual terhadap
penguasaan atas tanah oleh perorangan untuk memenuhi pribadi dan keluarga.
HAK ULAYAT
Bersifat Hukoem perdata
Artinya hak kepercayaan bersama atas tanah
Beraspek Hukoem publik artinya mengandung kewajiban mengelola,
mengatur dengan memperhatikan penguasaan, pemeliharaan dan peruntukkannya
HAK ULAYAT DALAM UUPA
Eksistensi atau keberadaan hak ulayat diakui sepanjang
kenyataan masih ada
Didaerah yang ulayatnya sudah lengkap tidak akan
dihidupkan lagi.
Didaerah yang tidak mengenal adanya hak ulayat maka tidak
akan diarahkan kepada masyarakat tersebut.
PELAKSANAAN HAK ULAYAT PASAL 3 MENJELASKAN
Harus sesuai dengan kepentingan nasional dan negara
Berdasarkan atas persatuan bangsa
Pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan UU yang
lebih tinggi.
SISTIM HUKOEM ADAT
DALAM HUKOEM TANAH
Ketentuan Hukoem tanah tertulis disusun atau sistemnya adalah
sistem Hukoem adat. Sistem hak-hak atas
penjualan atas tanah :
Hak-hak bangsa indonesia sebagai hak penguasaan atas
tanah yang tertinggi dan beraspek perdata dan publik.
Hak penguasaan dari negara yang beraspek Hukoem publik, pelaksanaannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain dalam bentuk hak pengelolaan.
Hak pengelolaam individual :
Hak-hak atas tanah
Wakaf, artinya hak individual menjadi hak milik.
Hak jaminan atas tanah yang disebut dengan hak
tanggungan.
LEMBAGA-LEMBAGA YANG TIDAK DIKENAL DALAM HUKOEM ADAT
1. Pendaftaran tanah, dibuat
buku tanah tempat didaftarkannya hak-hak atas tanah.
Adanya setifikat sebagai bukti kepemilikan hak atas
tanah.
2. Prosedur pembuatan
sertifikat dari awal sampai akhir.
Alas hak :
- Surat jual
beli
- Batas sepadan
- PBB
- Wakaf
- Hibah
Alas hak adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang keberadaan tanah yang merupakan surat – surat untuk
pendaftaran tanah.
Untuk menjamin kepastian Hukoem dari hak – hak atas tanah UUPA mengharuskan
pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh indonesia. Menurut
peraturan pemerintah no. 24 tahun 1997 pendaftaran tanah dilaksanakan
berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka (lihat pasal
2 PP no. 24 tahun 1997).
Azas – azas yang dimaksud dari PP no. 24 tahun 1997
adalah sebagai berikut :
1. Azas sederhana
Dimaksudkan agar ketentuan – ketentuan pokok dan
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak – pihak yang berkepentingan
terutama pemegang hak atas tanah.
2. Azas aman
Bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara
teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian Hukoem sesuai dengan tujuan.
3. Azas terjangkau
Dimaksudkan agar pihak – pihak yang memerlukan khususnya
dapat memperhatikan kebutuhan da keamanan golongan ekonomi lemah. Pelayanan
yang diberikan dalam rangka pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak
– pihak yang memerlukannya.
4. Azas Mutakhir
Kelengkapan yang memadai dalam melaksanakan dan
kesinambungan dalam pemeliharaan datanya yang harus menunjukkan keadaan data –
data yang mutakhir sehingga data – data tersebut dapat sebagai bukti apabila
terjadi permasalahan – permasalahn dikemudian hari.
5. Azas terbuka
TUJUAN PENDAFTARAN TANAH
Pasal 19 ayat 1 UUPA sebagaimana
dijelaskan diatas tadi bahwa setiap tanah yang ada diseluruh wilayah indonesia
diperintahkan untuk didatarkan ke BPN hal ini dipertegas pada pasal 3 PP no. 24
tahun 1997 bahwa pendaftaran tanah bertujuan sbb :
Untuk memberikan kepastian Hukoem dan perlindungan Hukoem bagi pemegang hak atas suatu bidang tanah,
disamping itu agar dapat membuktikannya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan, dalam mengadakan perbuatan Hukoem mengenai tanah – tanah yang ada.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
SISTEM PENDAFTARAN TANAH
Untuk mewujudkan tujuan pendaftaran
tanah yaitu untuk menjamin kepastian Hukoem maka didalam penyelenggaraan pendaftaran tanah
dikenal 2 sistem pendaftaran tanah :
Sistem Positif
Sistem Negatif
Menurut WANTJIK SALEH K, mengemukakan :
Yang dimaksud dengan sistem positif Adalah pada
sistem ini apa yang tercantum didalam buku pendaftaran tanah dan surat – surat
tanda bukti yang dikeluarkan pada pendaftaran tanah merupakan alat pembuktian
yang mutlak. Surat – surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat sehingga keterangan – keterangan yang tercantum didalamnya mempunyai
kekuatan yang harus diterima oleh hakim sebagai keterangan yang benar sepenjang
tidak ada alat pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya.
Sistem Negatif
Pada saat ini apa yang tercantum dalam buku
pendaftaran tanah dan surat – surat bukti tanah tindakan merupakan alat
pembuktian yang mutlak apabila keterangan dari pendaftaran tanah ada yang tidak
benar maka dapat diadakan perubahan pembetulan seperlunya oleh karena itu
jaminan perlindungan yang diberikan oleh sistem negatif tidaklah bersifat
mutlak. Seperti pada sistem positif, UUPA tidaklah menganut sistem positif
karena sistem ini dalam pelaksanaannya memerlukan ketelitian yang sangat tinggi
tenaga dan biaya yang banyak. Oleh karena itu memerintahkan agar pendaftaran
tanah tidak menggunakan sistem publikasi positif yang kebenaran datanya dijamin
ole negara melainkan menggunakan sistem publikasi negatif sedangkan kelemahan
sistem publikasi negatif adalah pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang
hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari
pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu.
Menurut keterangan pemerintah no. 24 tahun
1997 terutama pasal 32 ayat 2 sistem publikasi negatif negara tidak menjamin
kebenaran data yang disajikan. Namun apabila dihubungkan dengan pasal 19 ayat 2
huruf c UUPA bahwa surat tanda bukti yang diterbitkan berlaku sebagai alat
bukti yang kuat hal ini diperkuat lagi oleh pasal 23,32 & 38 UUPA, yang
menjelaskan bahwa pendaftaran sebagai peristiwa Hukoem merupakan alat pembuktian yang kuat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pendaftaran tanah di indonesia tidak menganut sistem negatif karena hak ini
diungkapkan dengan jelas oleh pasal 32 ayat 2 PP no. 24 tahun 1997. menurut
pasal 1 angka 20 PP. No. 24 tahun 1997., menjelaskan bahwa sertifikat itu
adalah surat tanah bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat untuk hak atas
tanah. Hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan yang masing – masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang ersangkutan.
Menurut pasal 32 ayat 1 PP. No. 24 tahun 1997 menjelaskan
sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang luas mengenai data – data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya
sepanjang data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada dalam surat
ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
MACAM – MACAM SERTIFIKAT
Ada 3 macam yaitu :
1. Seritifikat hak atas
tanah Yaitu surat tanda bukti sebagai alat pembuktian yang kuat yang
diterbitkan atau dikeluarkan oleh kantor pertanahan kabupaten / kota tempat
dimana letak tanah tersebut.
2. Sertifikat hak
tanggungan Yaitu suatu surat tanda bukti adanya hak tanggungan yang
diterbitkan oleh kantor pertanahan nasional sesuai dengan peraturan per UU an.
Sertifikat hak tanggungan ini diatur dalam UU no. 4 tahun 1996 tentang hak
tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah. Sertifikat
hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan serta telah memperoleh kekuatan Hukoem tetap dan berlaku sebagai GROSSE ACTE. Hipotik
sepanjang mengenai hak atas tanah.
3. Serifikat hak milik atas
satuan rumah susun Yaitu surat tanda bukti hak pemilikan individual atas satuan
rumah susun yang meliputi dan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
hak bersama atas apa disebut bagian bersama benda bersama dan tanah bersama,
tempat bangunan itu didirikan yang diterbitkan oleh kantor pertanahan nasional.
TANAH YANG DISERTIFIKATKAN
Terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Tanah negara Yaitu tanah
yang dikuasai langsung oleh negara yaitu tanah – tanah yang bukan tanah menurut
UUPA bukan tanah ulayat, bukan tanah kaum, bukan tanah hak pengelolaan dan
bukan tanah kawasan hutan.
2. Tanah milik adat Yaitu
tanah milik yang diatur menurut Hukoem adat atau hak atas tanah yang lahir
berdasarkan proses adat setempat.
TANAH NEGARA
Tanah negara yang diatas
permohonannya kepada pemohon (Orang atau badan Hukoem ) telah diberikan sesuatu
hak berdasarkan SK yang berwenang untuk mendapatkan sertifikat tersebut SK
harus didaftarkan ke kantor pertanahan Kabupaten / kota.
PROSES / TATA CARA UNTUK MEMPEROLEH SERTIFIKAT
a. Penerimaan
hak, membawa SK tersebut ke kantor pertanahan dn disana akan dilakukan tahap –
tahap :
1. Pembayaran biaya tercantum
dalam SK kebendaharawan khusus penerima.
2. Pembayaran biaya
pendaftaran tanah untuk pertama kali.
3. Pendaftaran surat
pendaftaran tersebut lengkap dengan bukti – bukti pembayaran dan diserahkan
diloket yang ditentukan.
b. Berdasarkan
SK dan bukti pembayaran itu kantor pertanahan membuat sertifikat tanah,
kemudian menyerahkan e si pemilik atau pemegang haknya.
TANAH MILIK ADAT
Tanah bekas hak milik adat
yang lahir berdasarkan proses adat setempat. Misal hak ganggam bauntuak, hak
yayasan, andar beni, grand sultan yang sejak tanggal 24 september 1960 di
konversikan menjadi hak milik namun belum terdaftar.
Syarat pendaftarannya
mengajukan permohonan keapda kepala BPN dengan melampirkan :
Bukti kepemilikan tanah/penguasaan tanah secara tertulis.
Bukti lain yang dilengkapi persyaratan yang bersangkutan
berupa pernyataan dan keterangan 2 orang saksi.
Bukti penguasaan secara fisik atas sebidang tanah yang
bersangkutan selam 20 tahun yang dituangkan dalam surat pernyataan penguasaan
itu yang dilakukan dengan itikad baik dan tidak perah diganggu gugat atau tidak
dalam keadaan sengketa.
- Kesaksian dari kepala desa / lurah
- Bukti pelunasan surat pemberitahuan pajak bumi dan
bangunan terakhir
- Berdasarkan permohonan tersebut kepala BPN :
1. Melakukan pemeriksaan data
fisik (Penetapan dan pemasangan tanda batasn, pengukuran, pemetaan) oleh
petugas yang ditunjuk.
2. Melakukan pemeriksaan data
yuridis (Riwayat kepemilikan tanah) oleh panitia pemeriksaan tanah yang
ditunjuk.
3. Mengadakan pengumuman data
fisik dan yuridis selama 60 hari dikantor pertanahan, kantor wali nagari,
kantor lurah dan tempat – tempat umum.
4. Melaksanakan penegasan
konversi atau pengakuan hak
5. Pembukuan hak
6. Menerbitkan sertifikat
sebagai bukti hak.
Azas dan sistem pendaftaran tanah
sebagaimana diterangkan dalam pasal 19 UUPA mengenal beberapa ciri-ciri khusus
diantaranya adalah :
TORREN SISTEM
Sistem pendaftaran tanah di
indonesia setelah berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960ndan PP no. 10 tahun 1961,
mempergunakan sistem TORREN. Sistem torren ini juga dipergunakan diluar
indonesia khususnya asia tenggara seperti malaysia, singapura, philipana dan
juga termasuk australia serta bagian barat USA. Sebelum kita mempergunakan yang
dikembangkan oleh Belanda dalam pengeluaran dari bukti – bukti atas tanah.
(Sebelum berlakunya UUPA sangat tidak efisien karena disamping adanya kepala
kantor juga adanya pejabat balik nama).
Sistem Torren ini selain sederhana,
efisien dan murah dan selalu dapat diteliti pada akta pejabatnya dan
siapa-siapa saja yang bertanda tangan pada sertifikat haka tas tanahnya apabila
terjadi mutasi maka nama yang sebelumnya dicoret dengan tinta halus sehingga
masih terbaca dan pada bagian bawahnya tertulis nama pemilik yang baru dan
disertai dasar Hukoem nya.
AZAS NEGATIVE
Pendaftaran menurut PP No. 10 tahun 1961
menganut azas negatif, artinya belum tentu seorang yang tertulis namanya di
sertifikat adalah mutlak milik dia sendiri oleh karena itu pasal 23 ayat 2 dan
pasal 32 ayat 2 serta pasal 38 ayat 2 bahwa pendaftaran itu merupakan alat
pembuktian yang kuat dan tidak tertulis sebagai bukti satu – satunya alat
pembuktian.
AZAS PUBLISITAS
Pendaftaran ini bersifat umum dan
terbuka dan berbeda dengan perbankan yang terdapat kerahasiaan oleh karena itu
setiap orang berhak untuk meminta informasi dari kantor pendaftaran tanah
demikian juga berhak untuk meminta, suatu surat keterangan pendaftaran tanah
yang berisikan jenis – jenis hak, luas, lokasi dalam keadaan sita dan dalam
perkara atau lebih tepat dinamakan surat keterangan informasi tanah.
AZAS SPESIALITAS
Bahwa pendaftaran tanah jelas dan diketahui
lokasinya sehingga peranan dari surat ukur adalah memperjelas lokasi dari tanah
tersebut.
AZAS RECHTKADESTER
Seperti sudah disebutkan sebelumnya
bahwa pendaftaran tanah hanya bertujuan demi untuk pendaftaran saja, bukan
sebagai tagihan pajak ataupun untuk keperluan lain – lainnya dengan
digalakannya PBB ada tendensi bahwa pendaftaran tanah akanterkait pada PBB.
AZAS KEPASTIAN HUKOEM
Maksudnya adalah sebagaimana
tersebut ayat 1 pasal 19 UUPA adalah demi kepastian Hukoem dari hak-hak atas tanah tersebut.
AZAS PEMASTIAN LEMBAGA
Bahwa sesuai dengan PP no. 10 tahun 1961
maka timbullah lembaga pejabat pembuat akte tanah (PPAT), sebagai satu-satunya
pejabat yang berwenang untuk membuat akta – akta peralihan, pendirian, hak-hak
baru dan pengikatan tanah sebagai jaminan, dan kemudian ada pejabat satu –
satunya secara khusus untuk melakukan pendaftaran tanah yaitu BPN. Pasal
19 ayat 3 UUPA pendaftaran itu mahal sekali anggarannya sehingga tergantung
anggaran yang tersedia, pendaftaran kepegawaian dan sarana maupun prasarana
yang diperlukan sehingga diprioritaskan didaerah tertentu terutama yang
mempunyai lalu lintas perdagangan yang tinggi menurut pertimbangan menteri yang
bersangkutan dan organisasi yang ada sungguhpun pada waktu itu diseluruh
wilayah indonesia ditiap – tiap daerah, kabupaten / kota sudah ada kantor –
kantor agraria dan pertanahan. Ayat 4 dari pasal 19 UUPA memberikan
kejelasan tentang kemungkinan rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
pembayaran biaya – biaya tersebut dan kemungkinan dengan pendaftaran yang
disubsidi seperti PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria).
HAK MILIK
Pasal 20 UU no. 5 Tahun 1960nmenjelaskan :
Yang dimaksud dengan hak milik adalah hak
turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan
mengingat ketentuan dalam pasal 6 UU No. 5 Tahun 1960. Selanjutnya hak milik
dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sesuai dengan memori penjelasan
UU no. 5 tahun 1960 bahwa pemberian sifat terkuat dan terpenuh tidak berarti,
bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak tidak terbatas dan tidak diganggu gugat
sebagai hak eigendom menurut pengertian yang asli. Sifat yang demikian akan
bertentangan dengan sifat-sifat Hukoem adat dan fungsi sosial dari tiap – tiap hak.
Kata – kata terkuat dan terpenuh gunanya untuk membedakan
hak guna usaha dan hak guna bangunan dan hak – hak pakai ainnya. Dalam
pembicaraan land reform sudah dijelaskan, bahwa GBHN tahun 1983 dan 1988
mengakui bahwa perorangan berhak mempunyai hak milik asalkan tidak bertentangan
dengan fungsi sosial. Demikian pula yang dimaksud dengan hak milik yaitu hak
turun temurun berarti hak itu dapat diwariskan kepada orang lain.
Bahwa hak milik dalam UUPA tidak sama
dengan hak eigendom yang kita kenal dalam UU Hukoem perdata disini tidak ada kemutlakan dari
hak-hak tersebut sebagaimana terlukis pada pasal 570 BW sehingga sangat
kelirulah jika kita melihat hak milik itu dari kacamata BW tersebut. Luas hak
milik juga meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa yang ada diatasnya.
Sebagai suatu penjelmaan dari suatu
ciri-ciri Hukoem adat yang menjadi dasar
dari Hukoem agraria nasional. Mengenai
pertambangan ditubuh bumi diperlukan surat izin khusus yang dinamakan kuasa
pertambangan pasal 15 UU no. 11 tahun 1967 jadi dengn demikian sungguhpun hak
milik meliputi tubuh bumi, maupun ruang angkasa, hak milik itu dibatasi tidak
meliputi wewenang untuk mengambil dari hasil tubuh bumi tersebut. Yang tidak
ada kaitannya dengan penggunaan tanah. Demikian pula penggunaan ruang angkasa
harus terkait dengan penggunaan tanahnya. Dari ketentuan dari pasal 20 ini
tentang hak milik dapat kita bagi menjadi 4 bagian :
- Turun temurun
- Terkuat dan terpenuh
- Fungsi sosial
- Dapat beralih dan dialihkan
Bahwa pembatasan mengenai hak ini, turun
temurun, terkuat dan terpenuh dan berfungsi sosial sudah dijelaskan dalam poin
tersebut diatas sedangkan masalah keputusan pemerintah untuk pemberian hak ddan
luas diatur dalam PMDN (Peraturan menteri dalam negeri) no. 6 tahun 1972 yang
mengatur tentang wewenang untuk pemberian hak milik tanah pada umumnya yaitu
pada sampai 200 mtr2 adalah kewenangan dari kepala kanwil BPN propinsi.
Demikian pula tanah-tanah pertanian yang meliputi luasnya 20.000 m2 merupakan
wewnang BPN propinsi dan begitu juga pemberian hak milik kepada transmigrasi
sebesar 20.000 m2 juga diberikan kanwil BPN propinsi.
LAND REFORM INDONESIA
Dalam arti luas keseluruhan program agraria
reform. Dalam arti sempit meliputi perombakan mengenai pemilikan serta
penguasaan tanah serta hubungan – hubungan Hukoem yang bersangkutan dengan penguasaan tanah
sedangkan tujuan land reform adalah mempertinggi taraf hidup dan penghasilan
terutama bafi petani kecil dan petani penggarap tanah menuju masyarakat adil
dan makmur dalam pemilikan ini juga diatur penguasaan tanah tanpa batas.
1. Pasal 7 melarang
pemilikan/penguasaan tanpa batas menguasai termasuk hak gadai, sewa, usaha bagi
hasil dsb.
2. Pasal 17 ayat 1 dan 2 perlu
diatur luas masyarakat dan minimal tanah dimiliki dengan suatu hak oleh suatu
keluarga atau badan Hukoem
3. pasal 17 ayat 3 tanah
kelebihan batas masyarakat akan dialihkan pemerintah dengan ganti rugi kepada
rakyat yang membutuhkan dalam hal ini ada 3 hal yang diatur :
- luas maksimal pemilikan tanah dan penguasaan tanah
pertanian
- Luas minimal pemilikan tanah pertanian dan larangan
pemecah pemilikan tanah menjadi bagian yang kecil.
- Soal gadai tanah pertanian.
UU no. 6 PRT thn 1960 dijabarkan lebih lanjut dalam :
1. Kep. Menteri agraria no.
SK/978/KA/tahun 1960 tentang penegosan luas tanah maksimal pertanian.
2. Instruktur bersama menteri
dalam negeri dan otonodo dan menteri agraria tahun 1961 No. SEKRA 9/1/12 tanah
pertanian itu adalah :
- Tanah perkebunan
- tanah perikanan
- tanah pengembalaan ternak
- tanah belukar bekas ladang dan hutan
- tanah semua tanah selain tanah pemukiman dan
perusahaan.
SEJARAH HUKOEM AGRARIA DI INDONESIA
SEJARAH HUKOEM AGRARIA SEBELUM UUPA
Menurut Boedi Harsono dalam bukunya Hukoem
Agraria,menyebutkan ada dua tongggak
sejarah, yaitu perundangan Agrarische Wet tahun 1870.
Berlandaskan tonggak sejarah tersebut sejarah Hukoem agraria Indonesia dapat dibagi dalam
periodesisasi sebagai berikut :
1. Masa sebelum kemerdekan
tahun 1945
2. Masa sebelum Agrarische
(1870)
3. Masa setelah Agrarische Wet
, tahun 1870 sampai Proklamasi kemerdekaan).
4. Masa kemerdekaan :
5. Masa sebelum UUPA (Tahun
1945 sampai tahun 1960)
6. Masa UUPA (Setelah
terbitnya UU No. 5/1960) tentang ketentuan dasar pokok-pokok agraria tanggal 24
September 1960.
POLITIK AGRARIA KOLONIAL
Penjelasan umum UUPA,
merumuskan bahwa Hukoem agraria lama
yang berlaku sebelum tahun 1960 dalam banyak hal, tidak merupakan alat penting
untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur, bahkan merupakan penghambat
pencapaiannya, yang disebutkan karena :
Hukoem agraria
lama sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi – sendi dari pemerintah
jajahan, dan sebagian lainnya dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan
kepentingan rakyat didalam melaksanakan pembangunan nasional sebagai
akibat dari politik pemerintah jajahan itu, Hukoem agraria lama bersifat dualisme, yaitu
berlakunya peraturan – peraturan Hukoem adat disamping peraturan – peraturan dari dan
yang didasarkan atas Hukoem barat, yang akan
menimbulkan pelbagai masalah antar golongan yang seba sulit juga tidak sesuai
dengan cita – cita persatuan bangsa.
Bagi rakyat asli Hukoem agraria penjajahan tidak menjamin kepastian Hukoem
seluruh rakyat Indonesia.
Hukoem Agraria
yang pernah berlaku di Indonesia adalah :
Agrarische Wet (Stb. 1870 : 55) yang
termuat dalam pasal 51 Wet op de Staatsinrichting voor Nederlands Indie (Stb.
1925 : 479) dan ditentukan dari ayat – ayat pasal itu.
2.a. Algemeene Domein Verklaring tersebut
dalam pasal 1 Agrarische Besluit(Stb.1870 :118)
b. Speciale Domein Verklaring untuk
Keresidenan Sumatra, Manado, Zuider en Ooster afdeling van Borneo.
3. Koninklijke Besluit tanggal 16 April
1872 No. 29 (Stb. 1872:177) dan peraturan pelaksanannya.
4. Buku II Kitab Undang – Undang Hukoem Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai
bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan –
ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku pada mulia berlaku undang –
undang ini.
Sejarah Hukoem belanda perlu diingat
bahwa setelah kerajaan belanda menjadi Negara monarki konstitusional.
Pemerintah di Hindia Belanda dalam menjalankan tugas-tugasnya terkuat dalam
bentuk Undang-Undang (Wet) yang dikenal dengan RR (Regeling Reglement)
tahun 1855 (Stb. 1855:2).
Politik agraria tercantum daam pasal 62 RR yang terdiri dari 3 ayat yang antara
lain menggariskan bahwa gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah dan bahwa
gubernur jenderal dapat menyewakan tanah berdsarkan ketentuan ordonansi.
Tujuan
dari Agrarische Wet adalah untuk memberi kemungkinan dan
jaminan kepada modal besar asing agar dapat berkembang di Indonesia, dengan
pertama – tama membuka kemungkinan untuk memperoleh tanah dengan hak erfpacht
yang berjangka waktu lama.
Agrarische Wet lahir atas desakan
masyarakat pemilik modal besar swasta, yang pada masa kultur stelsel (tanam
paksa) sebelumnya terbatas sekali kemungkinannya untuk berusaha dalam lapangan
perkebunan besar. Kesempatan yang ada sebelumnya hanyalah melalui sewa tanah,
yang pada masa tanam paksa, kemungkinan itu sesuai dengan politik monopoli
pemerintah justru ditutup.
DUALISME HUKOEM AGRARIA
Sejak Hindia Belanda resmi menjadi jajahan Belanda tahun 1815, praktis kondisi Hukoem
khususnya Hukoem perdata sudah bersifat dualisme. Disamping Hukoem
adat yang merupakan Hukoem perdata bagi golongan penduduk pribumi, maka
bagi golongan penduduk penjajah Belanda, mereka perlakukan Hukoem perdata yang mereka bawa dari negara asalnya.
Peraturan perundang – undangan di bidang perdata kemudian diperluas berlakunya
bagi golongan penduduk Timur Asing untuk sebagian kemudian seluruhnya khusus
bagi golongan penduduk Tionghoa dan selanjutnya sampai pula diperuntukkkan
untuk golongan penduduk pribumi baik melalui lembaga pernyataan berlaku atas
beberapa bagian Hukoem perdata tertentu
ataupun melalui lembaga pernyataan tunduk secara sukarela.
Karena peraturan – peraturan mengenai pertanahan, merupakan peraturan yang
terdapat pada Buku II KUH Perdata, disamping peraturan perundang – undangan yang
lain, maka kondisi dualistis itu terjadi juga pada bidang Hukoem agraria. Berlakunya peraturan – peraturan Hukoem
tanah bagi golongan penduduk eropa,
disamping Hukoem adat mengenai tanah
bagi golongan penduduk pribumi.
LANDASAN FILSAFAT YANG BERLAINAN
Hukoem perdata
Barat demikian juga Hukoem tanahnya
bertitik tolak dari pengutamaan kepentingan pribadi (individualistis), sehingga
pangkal dan pusat pengaturan terletak pada eigendom – recht (hak
eigendom) yaitu pemilikan perorangan yang penuh dan mutlak, disamping domein
verklaring atas pemilikan tanah oleh negara.
Hukoem adat
demikian juga Hukoem adat tanahnya
sebagai bagian terpenting dari Hukoem adat, bertitik tolak dari pemungutan
kepentingan masyarakat (komunalistis) yang berakibat senantiasa
mempertimbangkan antara kepentingan umum dan kepentingan perorangan. Dalam Hukoem
tanah adat, hak ulayat, yang merupakan
hak persekutuan Hukoem atas tanah
merupakan pusat pengaturannya. Hak perseorangan warga masyarakat adat,
memperoleh izin dari penguasa adat. Apabila warga tersebut terus menggarap
bidang tanah termaksud secara efektif, maka hubungan hak miliknya menjadi lebih
intensif dan dapat turun temurun.
Tetapi apabila warga tersebut menghentikan kegiatan
menggarapnya maka tanah itu kembali ke dalam cakupan hak ulayat persekutuan Hukoem
nya dan hak miliknya melebur.
ANEKA RAGAM JENIS HAK ATAS TANAH
BW atau KUHP Perdata mengenal pelbagai jenis hak atas
tanah sebagai barang tidak bergerak, yaitu :
- Bezit (kedudukan berkuasa)
- Eigendom ( hak milik )
- Burenrecht (hak bertetangga = hak jiran )
- Herendiest (hak kerja rodi)
- Erfaienst baarheid (hak pengabdian tanah)
- Het regt van opstaal (hak numpang karang)
- Het erfpachtsregt (hak usaha)
- Grondrenten en tienden (bunga tanah dan hasil
sepersepuluh)
- Het vrucht gebruik (hak pakai hasil)
- Het recht van gebruik en de bewoning (hak pakai
dan hak mendiami).
Sedang Hukoem adat
mengenal peristilahan yang lain sekali.
Hak Persekutuan atas tanah ;
- Hak Ulayat
- Hak dari kelompok kekerabatan atau keluarga luas
- Hak perorangan atas tanah;
- Hak milik, hak yasan (inland bezitrecht)
- Hak wewenang pilih, hak kima cek, hak mendahulu (voorkeursrecht)
- Hak menikmati hasil (genotsrecht)
- Hak pakai (gebruiksrecht) dan hak
menggarap/mengolah (ontginningsrecht)
- Hak imbalan jabatan (amblelijk profift recht)
- Hak wenang beli (naastingsrecht)
Tampaknya ada beberapa hak
yang dilihat dari terjemahannya mirip satu sama lain, tapi karena kita ketahui
bahwa asas yang dianut masing – masing sistem Hukoem itu berlainan, maka arti sebenarnya dari
masing – masing hak itu berlainan pula.
USAHA PENYESUAIAN HUKOEM AGRARIA KOLONIAL DENGAN KEADAAN DAN KEPERLUAN
SESUDAH KEMERDEKAAN.
Dalam alam kemerdekaan, masalah –
masalah keagrariaan yang timbul telah mendorong pihak – pihak yang berwenang
untuk melakukan perubahan Hukoem agraria. Tetapi usaha untuk melakukan
perombakan Hukoem agraria, ternyata
tidak mudah dan memerlukan waktu.
Menurut pengamatan Boedi Harsono pertama-tama adalah
menerapkan kebijaksaan baru terhadap undang – undang keagrarian yang lama,
melalui penafsiran baru yang sesuai dengan situasi kemerdekaan, UUD 1945 dan
dasar negara Pancasila. Seperti halnya dalam menghadapi pemberian hak atas
dasar pernyataan domein yang nyatanya bertentangan dengan kepentingan hak
ulayat yang nyatanya bertentangan dengan kepentingan hak ulayat sebagai hak-hak
rakyat atas tanah.
Langkah kedua menurut
Boedi Harsono sambil menunggu terbentuknya Hukoem agraria yang baru, adalah dikeluarkannya
pelbagai peraturan yang dimaksudkan untuk meniadakan beberapa lembaga feodal
dan kolonial, misalnya :
Dengan UUPA No. 13/194/8 jo UU No. 5/1950 meniadakan
lembaga apanage suatu lembaga yang mewajibkan para penggarap tanah raja untuk
menyerahkan seperdua atau sepertiga dari hasil tanah pertanian atau untuk kerja
paksa bagi para penggarap tanah pekarangan didaerah Surakarta dan Yogyakarta.
Dengan UU no. 1/1958 menghapuskan “tanah partikelir”
yaitu tanah-tanah eigendom yang diberi sifat dan corak istimewa (kepada
pemiliknya diberi hak – hak pertuanan/landheerlijk rechten), yang bersifat
ketatanegaraan, seperti mengesahkan hasil pemilihan / menghentikan kepala –
kepala desa/kampung, hak untuk menuntut kerja paksa atau memungut uang
pengganti kerja paksa, dan lain-lain.
Dengan UU no. 6 tahun
1951, mengubah peraturan persewaan tanha rakyat. Pembatasan masa sewa dan
besarnya sewa, dan kemudian UU No. 38 Prp 1960. Melakukan pengawasan atas
pemindahan hak atas tanah dengan UU. No. 1 (dar) 1952. Melarang dan
menyelesaikan soal pemakaian tanah tanpa izin dengan UU No.8 (dar) tahun 1954
jo UU no. 1 (dar) 1956. Dengan UU No. 2 tahun 1960, melakukan pembaruan
pengaturan perjanjian bagi hasil.
SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA
1. PANITIA AGRARIA YOGYAKARTA
Pada tahun 1948 sudah dimulai usaha kongkret
untuk menyusun dasar – dasar Hukoem agraria yang baru, yang akan menggantikan Hukoem
agraria warisan pemerintah jajahan,
dengan pembentukan Panitia Agraria yang berkedudukan di Ibukota Republik
Indonesia, Yogyakarta. Panitia dibentuk dengan penetapan Presiden Republik
Indonesia tanggal 21 Mei 1948 Nomor 16, diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo
(Kepala Bagian Agraria Kementerian Dalam Negeri) dan beranggotakn pejabat-pejabat
dari berbagai kementerian dan jawatan, anggota-anggota badan pekerja KNIP yang
mewakili organisasi-organisasi tani dan daerah, ahli-ahli Hukoem adat dan wakil dari serikat buruh perkebunan.
Panitia ini dikenal dengan panitia Agraria Yogyakarta.
Panitia bertugas memberi pertimbangan kepada pemerintah
tentang soal-soal yang mengenai Hukoem tanah seumumnya, merancang dasar-dasar Hukoem tanah yang memuat politik agraria negara
Republik Indonesia, merancang perubahan, penggantian, pencabutan peraturan – peraturan
lama, baik dari sudut legislatif maupun dari sudut praktek dan menyelidiki
soal-soal lain yang berhubungan dengan Hukoem tanah.
Panitia mengusulkan asas-asas yang akan merupakan dasar
dari Hukoem agraria baru:
1. Dilepaskannya asas domein
dan pengakuan hak ulayat.
2. Diadakannya peraturan yang
memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat, yaitu hak milik yang dapat
dibebabi hak tanggungan.
3. Suapaya diadakan
penyelidikan dahulu dalam peraturan-peraturan negara-negara lain, terutama
negara-negara tetangga, sebelum menetukan apakah apakah orang-orang asing dapat
pula mempunyai hak milik atas tanah.
4. Perlunya diadakan penepan
luas minimum tanah untuk menghindarkan pauparisme diantara petani kecil dan
memberi tanah yang cukup untuk hidup yang patut sekalipun sederhana.
5. Perlunya ada penetapan luas
maksimum.
6. Menganjurkan untuk menerima
skema hak-hak tanah.
7. Perlunya diadakan
registrasi tanah milik dan hak-hak menumpang yang penting (annex kadaster).
2. PANITIA AGRARIA JAKARTA
Sesudah terbentuknya kembali Negara
Kesatuan maka dengan keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 19 Maret
1951 Nomor 36/1951 panitia terdahulu dibubarkan dan dibentuk Panitia Agraria
Baru, yaitu berkedudukan di Jakarta.
Tugas panitia hampir sama
dengan panitia terdahulu diYogyakarta. Beberapa kesimpulan panitia mengenai
soal tanah untuk pertanian kecil (rakyat), yaitu:
Mengadakan batas minimum sebagai ide. Luas minimum
ditentukan 2 hektar.
Ditentukan pembatasan maksimum 15 hektar untuk satu
keluarga.
Yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya
penduduk warga negara Indonesia. Tidak diadakan perbedaan antara warga negara
“asli” dan “bukan asli”.
Untuk pertanian kecil diterima
bangunan-bangunan Hukoem : hak milik,hak usaha, hak sewa dan hak
pakai. Hak ulayat disetujui untuk diatur oleh atau atas kuasa
undang-undang sesuai dengan pokok-pokok dasar negara.
3. PANITIA SOEWAHJO
Dalam masa jabatan Menteri Agraria,
Goenawan, dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/1956 tanggal 14
Januari 1956, panitian lama dibubarkan dan dibentuk suatu panitia baru Panitia
Negara Urusan Agraria, berkedudukan di Jakarta.
Panitia yang baru diketuai oleh Soewahjo
Soemodilogo, Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan beranggotakan
pejabat-pejabat pelbagai Kementerian dan jawatan, ahli-ahli Hukoem adat dan wakil-wakil beberapa organisasi tani.
Adapun pokok-pokok yang penting daripada Rancangan Undang-Undang
Pokok Agraria hasil karya panitia tersebut ialah :
1. Dihapuskannya asas domein
dan diakuinya hak ulayat, yang harus ditundukkan pada kepentinan umum (negara).
2. Asas domein diganti dengan
hak kekuasaan negara atas dasar ketentuan pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Dasar
sementara.
3. Dualisme Hukoem agraria dihapuskannya.
4. Hak-hak atas tanah, hak
milik sebagai hak terkuat, yang berfungsi sosial.
5. Hak milik boleh dipunyai
oleh orang-orang warga negara Indonesia.
6. Perlu diadakan penetapan
batas maksimum dan minimum luas tanah yang boleh menjadi milikmseseorang atau
badan Hukoem .
7. Tanah pertanian pada asanya
harus dikerjakan dan diusahakan sendiri oleh pemiliknya.
8. Perlu diadakan pendaftaran
tanah dan perencanaan penggunaan tanah.
4. RANCANGAN SOENARJO
Dengan adanya perubahan sistematik dan
perumusan beberapa pasalnya, maka rancangan “Panitia Soewahjo” tersebut
diajukan oleh Menteri Agraria Soenarjo kepada Dewan Menteri pada tanggal 14
Maret 1958. Rancangan undang-undang ini dikenal kemudiab sebagai “Rancangan
Soenarjo”, disetujui oleh Dewan Menteri dalam sidangnya ke 94 pada tanggal 1
April 1958 dan kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat
Presiden tanggal 24 April 1958 Nomor 1307/HK.
Rancangan Soenarjo menggunakan
lembaga-lembaga dan unsur-unsur yang baik untuk Hukoem agraria yang baru, baik yang terdapat dalam Hukoem
adat maupun Hukoem Barat, yang disesuaikan dengan kesadaran Hukoem
rakyat dan kebutuhan dalam hubungan
perekonomian. Sifat ketentuan dari hak-hak tertentu, dalam rancangan Soenarjo,
dianggap telah merupakan suatu pengertian yang erat hubungannya dengan soal
kepastian Hukoem , karenanya sangat diperhatikan.
Disebutkan dalam penjelasan umum bahwa rumusan mengenai
hak miliknya mempersatukan ketentuan hak eigendom atas tanah (menurut Hukoem Barat) dan hak milik menurut Hukoem adat.
5. RANCANGAN SADJARWO
Setelah disesuaikan dengan UUD 1945 dan
Pidato Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959, dalam bentuk lebih
sempurna dan lengkap diajukanlah Rancangan undang-Undang Pokok Agraria yang
baru oleh Menteri Agraria Sadjarwo sehingga dikenal sebagai “Rancangan
Sadjarwo”.
Rancangan Soejarwo berbeda prinsipiil dari rancangan
Soenarjo. Ia hanya menggunakan Hukoem adat sebagai dasar Hukoem agraria baru dan ia tidak mengoper
pengertian-pengertian “hak kebendaan” dan “hak perorangan” yang tidak dikenal
daam Hukoem adat,
Rumusan bahwa hak milik, hak
usaha dan hak bangunan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga “dari
rancangan Soenarjo, diubah dengan sengaja dalam rancangan Sadjarwo menjadi hak
milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan, dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain, karena tidak berkehendak untuk memasukkannya pengertian-pengertian
“hak kebendaan” dan “hak perorangan” ke dalam Hukoem agraria yang baru.
DASAR – DASAR PENGATURAN UUPA
Pada tanggal 24 september 1960 RUU
yang telah disetujui oleh DPR – GR itu disyahkan oleh Presiden menjadi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
yang menurut diktumnya yang kelima dapat disebut dan selanjutnya memang lebih
terkenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
UUPA diundangkan di dalam
Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 104, sedang penjelasannya dimuat didalam
tambahan Lembaran Negara Nomor 2043. UUPA mulai berlaku pada tanggal
diundangkannya, yaitu pada tanggal 24 september 1960
Dalam penjelasan UUPA
dirumuskan tujuan yang hendak dicapai oleh PA, yaitu meletakkan
dasar-dasar :
1. Bagi penyusunan Hukoem agraria nasional.
2. untuk mengadakan kesatuan
dan kesederhanaan dalam Hukoem pertanahan.
3. untuk memberikan kepastian Hukoem
mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya.
Ad.a. Dasar Kenasionalan
Secara formal UUPA memang telah dibuat oleh
badan pembentuk undang-undang (yaitu, Presiden dengan persetujuan DPR) di
Indonesia, dalam bahasa Indonesia dan dinyatakan berlaku untuk seluruh negara
Republik Indonesia. Secara materil yaitu tujuan dan asas dari isi UUPA juga
mencerminkan dasal kenasionalan tersebut.
Ayat 1,2,dan 3 dari pasal 1 UUPA
merupakan perwujudan dari dasar falsafah Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang
Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia.
Negara merupakan badan penguasa. Ditegaskan oleh pasal 2
ayat 1 bahwa bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan dari
rakyat Indonesia.
Hanya warga negara Indonesia yang mempunyai hubungan
sepenuhnya. Pasal 9 ayat 1 UUPA menegaskan kedudukan warga negara Indonesia
dalam hubungandengan penguasaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung
didalamnya.
Pengutamaan kepentingan nasional.
Pernyataan pasal 5, bahwa Hukoem agraria
yang baru berlaku ialah Hukoem adat
sebagai Hukoem asli, disatu pihak
menunjukkan bahwa UUPA telah memilih Hukoem yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa
daripada Hukoem agraria berdasarkan Hukoem
perdata Barat (BW) dan politik agraria
kolonial.
Ad.b. Dasar Kesatuan dan Kesederhaan
Dihapuskannya dualisme Hukoem , dengan pencabutan Hukoem agraria kolonial dan K.B. tentang Besluit,
pencabutan BW (KUHPerdata) sepanjang mengenai tanah (Diktum pertama UUPA) serta
penetapan Hukoem adat sebagai dasar Hukoem
agraria (Pasal 5 UUPA), mencerminkan
dsar kesatuan termaksud.
Dalam hal ini, Hukoem adat sebagai Hukoem asli bangsa Indonesia sesuai dengan sifat dan
tingkat pengetahunan bangsa Indonesia yang masih sederhana.
Ad.c. Dasar Kepastian Hukoem
1. Dikembangkannya peraturan
–peraturan Hukoem tertulis sebagai
pelaksanaan UUPA, akan memungkinkan pihak-pihak yang berkepentinan untuk dengan
mudah mengetahui Hukoem yang berlaku dan
wewenang serta kewajiban apa yang ada padanya atas tanah yang dipunyainya.
2. diselenggarakannya
pendaftaran tanah yang efektif, akan memungkinkan pihak – pihak yang
berkepentingan dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dipunyainya dan
mengetahui sesuatu atas tanah kepunyaan pihak lain.
PERATURAN PERALIHAN
Dalam UUPA terdapat 6 pasal kententuan peralihan, yaitu :
1. Pasal-pasal yang mengatur
sendiri (kaidah berdiri sendiri):
- Hak-hak yang sifatnya sementara (pasal 53)
- Menanggalkan kewarganegaraan rangkap (Pasal 54)
- Hak-hak asing (Pasal 55)
- Pasal-pasal yang menunjuk (Kaidah penunjuk):
- Peraturan mengenai hak milik, sebelum terbitnya UU
hak milik termaksud dalam pasal 50 UUPA
- Peraturan mengenai hipotek dan creditverband, selama
belum terbitnya UU mengenai hak tanggungan termaksud dalam pasal 51 UUPA
(Pasal 57)
- Peraturan peralihan umumnya (Pasal 58)
TENTANG PELAKSANAAN UUPA
Catatan tentang berlakunya UUPA di beberapa propinsi :
Dengan telah selesainya Penentuan
Pendapatan Rakyat pada tahun 1969 dan dibentuknya Irian Barat sebagai salah
satu Propinsi di Indonesia (UU No. 12/1969), maka dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1971 (tanggal 26 September 1971)UUPA dan
peraturan-peraturan perundangan agraria lainnya untuk keseragaman dinyatakan
berlaku diwilayah Propinsi Irian Jaya mulai tanggal 26 September 1971.
Berdasarkan undang-undang tentang pembentukan
Daerah Istimewa Yogyakarta (UU No. 3/1950), beberapa urusan diserahkan kepada
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kewenangan otonom. Salah atu akibat
dari penyerahan kewenangan ini adalah belum diberlakukannya UUPA No. 5 tahun
1960 di Propinsi tersebut secara penuh.
Kemudian setelah Pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta menyampaikan persyaratan untuk memberlakukan UUPA secara
penuh, agar dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, diterbitkanlah
Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 30 tahun 1984 bertanggal 1 April
1984.
ASAS-ASAS HUKOEM AGRARIA DALAM UUPA
a. Asas Kebangsaan (pasal 1 UUPA)
Pasal 1
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan
nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa
termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi
dibawahnya serta yang berada dibawah air. Dalam pengertian air termasuk baik
perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(5) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut
pada ayat (4) dan (5) pasal ini.
b. Asas Hak Menguasai Negara (pasal 2 UUPA)
Pasal 2.
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan
hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan Hukoem antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan Hukoem antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan Hukoem
yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat
(2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam
arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukoem
Indonesia yang merdeka berdaulat, adil
dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan
kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat Hukoem adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
c. Asas pengakuan Hak Ulayat (pasal 3 UUPA)
Pasal 3.
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat
dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat Hukoem adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih
ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan
Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan
dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
d. Asas Hukoem Agraria Nasional
berdasar Hukoem adat (pasal 5 UUPA)
Pasal 5.
Hukoem agraria yang berlaku atas bumi,
air dan ruang angkasa ialah Hukoem adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan
perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada Hukoem agama.
e. Asas Fungsi Sosial (pasal 6 UUPA)
Pasal 6.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
f. Asas Landreform (pasal 7, 10 dan 17 UUPA)
Pasal 7.
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang
melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 10.
(1) Setiap orang dan badan Hukoem yang
mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan
atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih
lanjut dengan peraturan perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan.
Pasal 17.
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang
dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah
yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu
keluarga atau badan Hukoem .
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan
dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam
ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk
selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1)
pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan
secara berangsur-angsur.
g. Asas Tata Guna Tanah (pasal 13, 14 dan 15
UUPA)
Pasal 13.
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur
sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai
yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara
Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari
organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya
dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk
bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.
Pasal 14.
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal
9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan
penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan
lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan
perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat
peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan,
peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai
dengan keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku
setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah
Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat
III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15.
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya
adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan Hukoem atau instansi yang mempunyai hubungan Hukoem dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak
yang ekonomis lemah.
h. Asas Kepentingan Umum (pasal 18 UUPA)
Pasal 18.
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
Undang-undang.
i. Asas Pendaftaran Tanah (pasal 19 UUPA)
Pasal 19.
(1) Untuk menjamin kepastian Hukoem oleh
Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan
masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang
tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.